Page 96 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
P. 96
seringkali ia datang menengok perkembanganku dalam
menempa.
Pemuda itu rupanya sangat bersemangat. Kedua
tangannya tak pernah lelah naik-turun memompakan udara
ke perapian. Ia tak pernah sungkan maupun kepanasan
untuk memegang penjepit bilah saat aku harus melipat
campuran logam yang kutempa. Ia seperti punya
kepercayaan dalam dirinya, bahwa ia pun mampu
melakukan dengan lebih baik apa yang tengah kukerjakan.
Sungguh perampok yang menyenangkan, Nona. Kau akan
senang berkenalan dengannya.
Menginjak bulan keenam, kulihat ia semakin
bersemangat. Keris pesanan terbentuk sudah. Hanya saja,
saat itu aku tengah mengerjakan kinatahnya. Pemuda itu
mungkin tak akan ambil pusing dengan rincian semacam itu,
namun ia tak pernah tahu, apa yang masih harus kukerjakan
untuk menjadikannya sebuah keris sepenuhnya.
Kukatakan kepadanya, aku masih harus
menjamasnya terus-menerus hingga enam bulan ke depan.
Jamasan itulah yang akan membentuk jiwa dalam keris
buatanku. Ia tak percaya. Kuyakinkan bahwa keris yang tak
terjamas dengan layak akan selalu minta disucikan dengan
darah.
Entah iblis mana yang berbisik kepadanya, bakal
keris yang tengah ia timang-timang itu, seketika ia tusukkan
ke pinggangku. Tak ada darah keluar, Nona. Sungguh-
sungguh keris itu kering tak bernoda. Darahku sama sekali
tak mau keluar untuk menjamas keris itu.
Pemuda rampok itu lari membawa bilah keris yang
masih prematur. Aku bersyukur bahwa bilah itu belum
“Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ
96

