Page 93 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
        P. 93
     Rupanya ada seseorang datang, dan barang-barang yang ia
           bawa—atau  sesuatu  di  wajahnya—barangkali  cukup
           membuat anak-anak itu ketakutan bukan kepalang.
                  Airmuka Saroh seketika berubah. Ia mengenali orang
           itu. Kini justru ia yang menghambur hendak keluar rumah.
                  Pendatang  yang  seram  itu  sudah  berlalu  barang
           sepuluh  meter  saat  Saroh  berhasil  membuka  pintu  rumah
           yang  terkunci.  Ia  memekik.  Sejurus  kemudian,  yang
           dipanggil  sudah  menurunkan  pikulannya  di  teras  rumah
           Saroh. Ia rupanya seorang pedagang keliling.
                  “Bapak  masih  ingat  saya,  kan?”  Tanya  Saroh
           memastikan.
                  Yang  ditanya  mendongakkan  kepalanya,  hingga
           terlihat  wajahnya  penuh  keriput  bercampur  parut-parut
           bekas luka. Ia lantas mengangguk pelan. Saroh tersenyum.
                  “Boneka kucingnya sudah saya cuci bersih. Sekarang
           wangi sekali, Pak. Sayang, matanya hanya satu.”
                  “Iya,  memang  kujual  seperti  itu  adanya,”  sahut  si
           pedagang sambil menata barang-barang bawaannya. Saroh
           mengangguk, lantas berjongkok mengamati dagangan yang
           digelar di atas selembar terpal biru. Ia tertegun menemukan
           hal yang tidak biasa dari barang-barang itu. Diamatinya satu-
           persatu:
                  Pigura  dari  tripleks,  tiga  dari  keempat  sudutnya
           diampelas tumpul.
           Sepasang kauskaki hijau pupus yang panjang sebelah.
           Songkok  beludru  hitam  keunguan  yang  tak  bertutup  di
           atasnya.
           “Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ
                                                                            93
     	
