Page 92 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
P. 92
Melankolia ini memang sungguh tidak penting, namun
tetap saja, gerimis ini masih membuat orang begitu malas
untuk keluar rumah. Teras tetangga yang kemarin ramai oleh
ibu-ibu pencari kutu kepala, kini sudah berubah menjadi
taman air dadakan. Tiga bocah laki-laki bermain bola plastik
di lantai plester basah; sesekali ada yang tergelincir,
menimbulkan merah pipi dan sakit di pantat yang begitu
luwes untuk ditertawakan. Bahkan anak kecil pun sudah
sedemikian terpelajar: bahwa mempersoalkan rasa sakit
hanya akan menambahkan rasa sakit yang lainnya.
Kadangkala saja orangtua mereka bisa setengah lupa.
Dari rumah seberang, seorang perempuan muda
diam memperhatikan tingkah polah bocah-bocah basah itu.
Kaca rumahnya cukup lebar, seukuran kaca depan mobil
minibus, sehingga ia bisa leluasa mengamati apa yang
terjadi di luar sana. Sesekali ia membenamkan wajah ke
tumpukan pakaian di hadapannya, kemudian bangkit dan
tergagap menghela napas ketika muncul sebuah suara dari
dalam kepalanya.
Nona Saroh Yang Datar, sudah tuntaskah baju-
bajumu itu kaulipat?
Saroh meraih boneka kucing bermata satu yang
sedari tadi mengintai dari atas lemari, kemudian
meletakkannya di meja setrika.
“Sudah, Tuan Lupin,” jawabnya.
Tentu saja boneka itu tak punya ekspresi lain buat
menjawabnya, selain mulut yang terjahit untuk selalu
membentuk senyuman. Saroh tersenyum menirukan, lantas
buyar mendengar teriakan bocah-bocah di seberang sana.
Mereka tengah lintang-pukang berlarian masuk rumah.
“Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ
92

