Page 103 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 103

92



               Bus meluncur perlahan. Bayang tubuh ayah semakin
         memudar, hilang terbalut kabut pagi. Perlahan puia, sirna
         kehangatan yang sesaat lalu tercipta. Seperti belasan tahun
         yang lalu, saat aku kehilangan masa kanak-kanak, saat ayah
         dan ibu  menanggalkan seluruh kedamaian yang diberikan.
          Menuntunku pada suatu jalan yang tak pernah kumengerti
         sebelumnya. Layar putihku terkembang. Lalu, aku menga-
         rungl duniaku sendiri. Dunia yang telah ditorehkan warna ro-
          mantis pada lukisan hidupku.
               Senja hinggap di atas bukit Tembalang. Segurat lem-
          bayung senja merentang di.kaki cakrawala. Mencengkeram
         kukuh ujung langit dengan segala ambisinya. Dari lantai lima
         Widya Puraya, kuluncurkan lamunanku ke arah rangkaian
          pegunungan di selatan, Ungaran. Gunung-gunung biru ang-
         gun, tegak bersandar pada kabut-kabut tipis yang diselimuti
         tiap lekuk wajahnya. Sejenak aku terbang, tinggalkan kehi-
         dupanku yang penuh dengan rona suram. Perih!
               "Sudah sore, Yun. Sebentar lag! harl akan gelap. LagI
          pula, habis maghrib ada kajlan rutin di Tirta Sari 12," ucap
         Ika menarik lenganku.
               "Aku tak ingin memblarkan senja ini lewat begitu saja.
         Senja inl terlalu indah."
               "Yah, aku mengerti. Tapi, perjalanan masih jauh Yun.
          Kalau kita kalah di sini terus terbuai suasana seperti ini tidak
         akan sempat berbuat apa-apa, tak akan pernah mendapat-
          kan identltas yang selama ini kIta cari," jawab Ika sengit
               "Itu juga aku mengerti. Tapl, aku tak dapat terus me-
          nyaksikan orang tuaku menggadaikan tiap tetes darahnya.
          Menjual tiap helai rambutnya hanya untuk menebus gelar
         sarjanaku yang entah kapar^ akan terwujud."
               "Allah' mengetahul segalanya, Yun. Mengapa engkau
          masih meragukan semuanya?"
               "Aku hanya manuslaj Kak. Manusia keeil yang selalu
          merasa sangat besar, yang merasa mamptt segalanya. Akan
   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107   108