Page 102 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 102

SAJAK UNTUK AYAH
        Sri Nuryati




        Jalan Untung SuropatI maslh menlkmati sisa-sisa mimpi
           malamnya, saat ayah mengantarku ke halte. Sayup-sayup
        maslh terdengar alunan nada klaslk yang disenandungkan
        oleh aneka binatang malam, timbul tenggelam dl antara ge-
        muruh air hujan.
              Hujan masih menyisakan gerimis kecil-kecil, saat bus
        yang ditumpangi hendak berangkat ke Semarang. Dari kaca
        bus yang penuh dengan tetes air hujan, kulihat ayah masih
        berdiri di tengah reruntuhan pagi. Kuhapus embun yang me-
        nempel di kaca dengan jari tanganku. Kuiambaikan tangan
        dengan hati-hati sekali kepada ayah yang masih juga beium
        beranjak. Kueja segaris makna yang terangkum dalam jalin-
        an kerut nestapa di wajah tuanya. Ayah mengangguk kecii
        dan aku mengerti Ayah merestui langkahku.
             Dua butir air mata jatuh di pipiku, meresap jauh ke da-
        sar palung hati. Kurasakan hangatnya membakar emosiku.
        Sama seperti kehangatan yang terasa saat aku bersembunyi
        di baiik kain sarung ayah sembari menatap tiap tetes air hu
        jan yang jatuh dari atap rumah. Atau saat ibu merangkuiku
        daiam kasih sederhananya. Kasih yang tak pernah mengha-
        rapkan hadiah keindahan. Kasih yang tumbuh dari rajutan
        benang-benang yang terbuang. Kasih yang dewasa dalam
        dunia yang terlupakan.
   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107