Page 79 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 79

Seorang gadis perawat menghampirinya dan merebahkannya lagi seraya membujuk
                   agar Sidin tenang.

                   "Gadis itu. Gadis itu ia potong kakinya dengan kampak," kata Sidin berulang-ulang
                   ketika perawat itu berusaha membaringkannya kembali. Sidin tidak mau dibaringkan.
                   Ia terus hendak duduk lagi, sambil berkata tentang kaki gadis yang dipotong dengan
                   kampak itu.


                   Seorang perawat laki-laki datang membantu temannya.

                   "Kena syok oleh peristiwa ini, agaknya," kata gadis perawat itu. Kemudian katanya
                   pula, "Ambilkan kopi."

                   Setelah ia minum kopi yang disodorkan kepadanya, Sidin yang sejak tadi terus meracau
                   tentang gadis kecil yang dipotong kakinya, mulai agak tenang. Dan ketika kopi pada
                   cangkir kedua yang disodorkan padanya telah habis diminumnya pula, pikirannya telah
                   lebih jernih lagi.

                   “Aku tidak apa-apa. Aku tidak jatuh di kereta api. Aku menolong korban di gerbong
                   itu. Seorang gadis kecil kakinya terjepit. Gadis itu masih hidup. Ada orang memotong
                   kaki gadis itu dengan kampak. Di mana gadis itu sekarang?" tanya Sidin.

                   "O, gadis itu. Ia tidak apa-apa. Sudah diobati. Sudah dibawa familinya pulang," kata
                   perawat itu lagi.. "Istirahatlah dulu. Saudara terlalu payah. Berbaringlah kembali.”

                   Nyeri di sekujur tubuhnya terasa lagi. Tapi ketika ia hendak berbaring, ia melihat ke
                   kiri kanannya. Ia menampak banyak orang terbujur di sekitamya. Pada beberapa
                   bagian badan mereka ada yang di balut kain, di antaranya berbecak-becak dengan
                   warna yang gelap. Ia tahu bahwa semua mereka adalah korban kecelakaan kereta api,
                   dan dia sendiri bukan salah seorang di antara mereka. Tapi rasa nyeri di sekujur
                   tubuhnya bagai tak terderitakan lagi. Dan ketika gadis perawat itu membaringkannya
                   kembali, ia menurut saja. Jadi gadis itu tak apa-apa. Sudah dibawa pulang, kata
                   hatinya ketika ia mengingat-ingat apa yang dikatakan perawat itu. Tapi mengapa
                   dibawa pulang? teriak hatinya pula.


                   Sidin bangun lagi dan berdiri menuju ke tempat perawat-perawat itu berkumpul
                   mengelilingi lampu tekan yang terang benderang. Ketika ia hendak menanyakan ke
                   mana gadis kecil yang dipotong kakinya itu dibawa, Sidin melihat seseorang yang diikat
                   kaki dan tangannya. Ia merasa mengenalnya. Dan orang itu tertawa menyeringai
                   kepadanya. Dan ia ingat itulah temannya dalam gerbong itu. Sidin hendak berkata,
                   ketika seorang perawat laki-laki mendekatinya dan menanyakan keperluannya.

                   "Dia itu. Dia itu," kata Sidin tanpa dapat menyelesaikan kata-katanya karena
                   pikirannya belum teratur demi ia melihat anak muda itu masih menyeringai
                   memandang kepadanya.

                   "Itu orang gila. Menyasar ke sini," kata perawat itu.
   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83   84