Page 84 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 84

Si Dali yang dulunya seorang kopral tersentak. Naluri prajuritnya masa gerilya
                   mendorongnya berdiri untuk memberi hormat. Tapi segera ia sadar, masa tabik-
                   menabik telah lama lewat.

                   "Sejarah menghasilkan kehidupan yang tidak sama. Begitu Lara. Begitu aku. Begitu
                   anda sendiri, barangkali. Hanya nilai moral yang tidak pernah berobah. Hanya kita
                   yang sering lupa. Atau tidak peduli." kata laki-laki itu.

                   Lalu mereka berpisah ketika panggilan untuk penumpang ke Padang agar naik ke
                   pesawat. Berpisah tanpa bersalaman. Dalam penerbangan dari Jakarta ke Padang,
                   bayangan peristiwa lama kembali mengambang dalam mata ingatan Si Dali.

                                                           ***

                   Tentu saja si Kapten menghiruk-pikuk, memaki-maki bahkan bercarut-carut ketika
                   tahu isterinya minggat. Setahu orang, Lara tidak pernah bertengkar dengan suaminya.
                   Tapi semua orang tidak yakin apabila Lara tidak pernah berselingkuh dengan laki-laki
                   muda ganteng, yang beberapa di antaranya sering bersama Si Kapten. Apalagi
                   sepeninggal Si Kapten pada waktu meninjau front. Biasanya Si Kapten pergi tidak
                   kurang dari sepekan. Kadang-kadang sampai dua pekan. Karena garis frontnya memang
                   luas dan memanjang.

                   Kepergian Si Kapten sekali ini tidak meninjau front. Melainkan menghadiri rapat
                   komando. Cuma beberapa hari saja. Termasuk perjalanan dua hari pulang pergi. Lara
                   sudah tahu itu. Apa pasal makanya dia minggat. Padahal ketika ditinggal lebih lama
                   dia tidak kemana-mana.

                   "Kalau dia mau pergi, boleh saja. Masuk kota juga boleh. Perempuan tidak perlu ikut
                   perang. Malah jadi beban. Dulu sudah aku bilang, tinggal saja di kota. Tapi dia tidak
                   mau. Alasannya, dia tidak mau mengkhianati perjuangan. Tapi kini dia pergi. Ke kota
                   lagi. Siapa tahu, dia sudah bosan tinggal di hutan lalu mau khianat." Si Kapten bertura-
                   tura ketika caci-makinya mulai berkurang.


                   "Mana Si Dali." teriaknya kemudian.

                   Ketika Si Dali tiba, lalu katanya: "Cari dia sampai dapat. Paling kurang, aku tahu
                   kemana dia pergi."

                   Menurut aturan dalam pasukan, bila komandan marah-marah, bawahan tidak boleh
                   menjawab. Demikian pula apabila turun perintah, apapun macamnya harus segera
                   dilaksanakan. Tak boleh ada pertanyaan. Kerut kening saja pun tidak boleh. Meski
                   bentuk perintah itu demi kepentingan pribadi. Karena kepentingan pribadi akan
                   banyak mempengaruhi mental komandan.Artinya mental komandan tidak boleh sampai
                   kacau. Jika mentalnya sampai kacau, komandonya pun akan kacau. Perang akan kalah.
                   Maka segera saja Si Dali menghambur.
   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89