Page 88 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 88

Rekayasa Sejarah Si Patai

                   Seorang anak kecil ingusan berlari ke halaman ketika mendengar genderang dipalu di
                   jalan raya. Peristiwa yang jarang terjadi. Anak kecil itu berlari membawa badannya
                   yang buntal tanpa baju. Matanya bersinar-sinar memandangi para marsose (pasukan
                   seperti Kopasus sekarang) berpawai sambil memalu genderang yang diiringi bunyi
                   trompet bersuara lengking. Kepala anak kecil itu seperti dihela magnit mengikuti
                   pawai. Tapi demi melihat serombongan laki-laki tanpa baju yang wajah dan
                   tubuhnya berlumur cat hitam, anak kecil itu merasa ngeri. Dan ketika melihat
                   sebuah kepala terpenggal pada ujung tombak yang digoyang-goyang, hatinya kecut.
                   Memekik-mekik dia memanggil ibunya waktu berlari kembali ke rumah. Tapi ibunya
                   tidak ada. Di pojok kamar anak kecil itu terduduk dengan kedua dengkul menopang
                   kepala. Terisak karena merasa tidak terlindung dari ketakutan. Kepala terpenggal di
                   ujung tombak, dengan rambut panjang yang bergelimang darah kering dan mata
                   yang memutih terbuka lebar, tak putus-putus melintas dalam mata angan anak kecil
                   yang masih ingusan itu. Lebih dirapatkannya kedua dengkulnya seperti hendak
                   menyatukan seluruh tubuhnya.

                   Sampai lama bayangan kepala terpenggal di ujung tombak masih menimbulkan rasa
                   ngeri pada dirinya. Ketika anak kecil itu telah menjadi ayah, peristiwa itu diceritakan
                   kepada anaknya. Anak itu Si Dali namanya. Kemudian Si Dali mengisahkannya kembali
                   kepada seorang mahasiswa yang mencari hahan untuk skripsi kesarjanaan. Dan
                   setelah berbulan-bulan meneliti dengan menanyai banyak orang yang mengaku
                   mengenal peristiwa itu, hasilnya menjadi suatu kisah sejarah resmi yang dipalsukan.

                                                           ***

                   Pada ujung abad ke-19 sampai pada awal abad ke-20 desa Pauh di pinggir utara kota
                   Padang, menjadi pelintasan pedagang yang pulang-pergi dari pedalaman
                   Minangkabau ke kota. Lama kelamaan desa itu menjadi sarang pelarian dari
                   tangkapan pemerintah. Baik yang musuh politik maupun penjahat. Rakyat
                   menyebutnya sebagai sarang orang bagak dan para pendekar. Aliran silat pendekar
                   desa itu terkenal kemana-mana. Sehingga banyak orang berlajar ke sana. Dinamakan
                   sebagai aliran Silat Pauh. Kekuatannya pada kaki, menyepak, menerjang dan
                   menungkai.

                   Polisi selalu was-was memasuki desa itu. Patroli tentera pun enggan. Banyak sudah
                   korban di pihaknya. Sedangkan musuh yang dicari tidak pernah dapat.

                   Seorang pendekar yang paling disegani, paling ditakuti, Si Patai namanya. Ilmunya
                   banyak, pengikutnya pun banyak. Menurut cerita yang tersebar, pada masa itu Si
                   Patai sering keluar masuk kota. Tak seorang pun berani melapor kepada pemerintah
                   bila melihatnya. Karena setiap ada yang melapor, selalu saja rumah pelapor kena
                   rampok malam harinya. Lambat laun, setiap terjadi peristiwa perampokan atau
                   pembunuhan, dikatakan Si Patai jadi otaknya. Maka Tuanku Laras selalu melapor
                   kepada residen setiap terjadi peristiwa perampokan itu. Akhirnya Si Patai dinyatakan
                   musuh nomor satu yang paling dicari, hidup atau mati.
   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93