Page 41 - Lolotabang dan Biuqbiuq
P. 41
Adiknya yang malang tengah menderita karena sebuah
penyakit, entah apa. Terbayang olehnya adiknya berbisik lemah,
“Kakak, tolong aku! Datanglah kemari!”
Lolotabang memeluk pohon pisang itu sambil menangis,
seolah ia tengah memeluk adiknya yang sedang sekarat. Para istri
tua Tuan Bangsawan menatap pilu dari kejauhan. Mereka tidak
diperbolehkan mendekati calon istri baru suami mereka itu.
Keesokan harinya, dilihatnya pohon pisang itu telah mati,
batangnya telah rubuh ke tanah. Lolotabang menjerit histeris
sehingga semua pelayan dan pengawal berlarian menghampirinya.
Ia jatuh pingsan dan segera dibopong ke atas tempat tidur. Tak
lama, Lolotabang siuman dan langsung memanggil nama adiknya.
“Biuqbiuq!” teriaknya sambil menangis.
Ketika ia teringat pohon pisang yang telah rubuh, ia
kembali tak sadarkan diri. Ia pingsan berkali-kali sehingga Tuan
Bangsawan menjadi sangat cemas dan segera memanggil dukun.
Sang dukun memantra-mantrai Lolotabang dan menyemburnya
dengan air yang telah didoakan. Lolotabang terus berteriak-teriak
seperti orang kesurupan.
“Tuan Putri sepertinya kemasukan jin jahat yang kebetulan
lewat,” jelas dukun itu kepada Tuan Bangsawan. Sang Bangsawan
mempercayai omongan dukun itu dan membiarkannya mengobati
calon istrinya.
35