Page 36 - Lolotabang dan Biuqbiuq
P. 36
sepatah pun. Pandangan tajam Tuan Bangsawan membekukan
lidahnya. Setetes demi setetes air mata bergulir di kedua belah
pipinya yang halus.
Biuqbiuq meninggalkan istana megah itu dengan perasaan
hancur-lebur. Ia kembali pulang ke rumah, berharap Tuhan
menolong mereka lewat pohon pisang yang ia tanam itu. Ia kembali
teringat mimpi yang didapatnya semalam. Dalam mimpinya itu,
sesepuh desa memberinya sebuah tunas pohon pisang.
“Tanamlah ini di samping kamar Lolotabang. Lebih baik
kau mengalah, cucuku. Usahamu telah gagal. Serahkan takdirmu
pada Tuhan Yang Maha Kuasa,” sesepuh desa itu berkata dengan
lemah lembut.
Diterimanya tunas pohon pisang itu dengan bingung.
Sesepuh desa menasihatinya untuk mengalah. Itu artinya ia
dianjurkan untuk berhenti memperjuangkan kakaknya dan
kembali ke rumah.
“Pohon pisang ini akan menunjukkan keadaanmu saat kau
jauh dari kakakmu. Apabila pohon pisang ini kelak mengering, itu
tandanya kau tengah menderita sakit keras, dan apabila pohon
pisang ini mati, itu berarti kau juga telah meninggal dunia. Dengan
demikian, kakakmu akan mengetahui nasibmu meski tidak dapat
bertemu denganmu,” jelas sesepuh desa.
30