Page 38 - Lolotabang dan Biuqbiuq
P. 38
Akhirnya Biuqbiuq sampai di rumahnya kembali. Ia
menemui sesepuh desa dan menceritakan seluruh pengalamannya,
juga tentang tunas pohon pisang yang telah ia tanam sesuai
petunjuk kakek tua itu.
Lelaki yang telah berusia hampir seabad itu hanya
mengangguk-angguk tanda mengerti.
“Entah mengapa, aku merasakan getaran di hatiku yang
mengatakan bahwa kau saat itu tengah mengalami penderitaan
dan kesulitan yang besar. Akhirnya, aku berdoa siang-malam
agar Tuhan mengirimkan pesanku kepadamu lewat mimpi,” tutur
sesepuh desa.
“Terima kasih atas semua petunjuk dan nasihat Kakek,”
ucap Biuqbiuq dengan tulus. “Semuanya kini kuserahkan kepada
Yang Maha Kuasa.”
Sementara itu, di istana Tuan Bangsawan, Lolotabang
setiap hari diliputi perasaan rindu terhadap adiknya. Setiap
membuka pintu jendela kamar, pandangannya langsung tertumbuk
pada pohon pisang yang ditanam adiknya itu. Semakin hari pohon
pisang itu tumbuh semakin besar. Lolotabang tidak pernah lupa
untuk menyiram dan memupuki pohon itu agar tumbuh dengan
subur. Pohon itu sangat berarti baginya karena merupakan
pengganti sosok sang adik. Lagipula, pesan Biuqbiuq sebelum
meninggalkan istana terus terngiang-ngiang di telinganya dengan
sangat jelas.
32