Page 30 - 152_Mediakom_MAR
P. 30
MEDIA UTAMA
teman yang mencibir adiknya. terlalu susah karena Faiz punya abang dan marah. Saya bereskan kotoran Faiz
Saya tidak bisa ke mana-mana tanpa yang sangat pengertian. dengan rok saya. Saya ambil dan raup
suami. Saya merasa terkurung di rumah. Keluarga ini jadi punya empati yang kotoran itu. Bayangkan betapa kotor dan
Untungnya suami saya menjalankan lebih kuat, lebih sabar, lebih solid. Kami baunya. Apalagi di mal itu tidak ada air.
usaha yang tidak mengharuskan dia jadi sederhana memandang hidup. Tidak Toiletnya menggunakan toilet kering.
ke kantor setiap hari. Kami menjadi neko-neko (macam-macam). Saya bisa Saya sedih banget, tidak tahu
tim yang solid. Suami sering memberi menerima bahwa kami tidak seperti apa yang harus dilakukan. Orang
kesempatan saya untuk keluar rumah keluarga lain. Kami perlu usaha yang memandang saya dengan pandangan
dan bertemu dengan teman-teman. lebih besar daripada keluarga lain. jijik. Saya tidak menyalahkan siapa-siapa
Saya sangat menunggu kehadiran Banyak hal yang saya kemudian saat itu. Saya hanya bisa menangis
Faiz. Saya baru melahirkannya setelah sadari. Saya akhirnya mengetahui bahwa dan Faiz mengusap air mata saya. Saya
abang dan kakaknya beranjak besar. belajar bicara itu sangat sulit. Sampai Faiz telepon suami untuk membawa pakaian
Ketika Faiz lahir dengan kondisi berusia 18 tahun, ia belum bisa bicara. ganti. Inilah ujian yang rasanya sampai
seperti itu, saya terpukul. Harapan Anak bisa bicara atau anak bisa jalan mengiris-iris hati.
saya tentang anak yang sehat seperti adalah kuasa Allah. Kisah-kisah ini gampang saya tuliskan.
kedua saudaranya dihancurkan dengan Saya membesarkan dua kakak Faiz Maka, ketika saya menuliskan sesuatu
keadaan dan vonis dokter. dengan mudah. Mereka anak-anak baik yang menyedihkan hati saya, yang bisa
Saya sampai menyangkalnya. dan berprestasi. Saya merasa punya anak menjadi pengalaman bagi orang, ternyata
Mengapa saya harus punya anak lagi? ini gampang sekali, seperti tidak terasa pembaca bisa merasakan apa yang saya
Saya kan sudah punya anak laki dan membesarkan dua anak, sampai Allah rasakan. Pembaca ada yang mengirim
perempuan. Hidup saya sudah nyaman. memberi Faiz. Ini seperti teguran. Saya pesan di Inbox dan kotak komentar. Saya
Ini pikiran bodoh saat itu, saat saya mungkin lupa bersyukur. merasa tulisan saya ada manfaatnya.
mengalami keputusasaan. Ini yang sering saya tulis: kamu bisa Minimal hal itu menghibur hati mereka
Ada masa berat ketika saya hampir punya anak yang sehat, maka jangan bahwa mereka tidak sendiri.
kehilangan Faiz. Sering sport jantung suka memarahi mereka. Janganlah terlalu Dari kebiasaan menulis tentang
kalau Faiz hilang. Dia pernah masuk galak. Syukurilah apa yang kamu punya. pengalaman saya dengan Faiz, saya
ke gorong-gorong air yang baru Saya sebelumnya tidak pernah kemudian suka menulis apa saja dan
dibangun. Kalau Faiz hilang, saya sering menulis. Pengalamanlah yang membuat sempat menjadi kandidat Kompasianer
menyalahkan diri saya sendiri karena saya mudah menuliskan apa yang saya of the Year. Saya semakin terasah dalam
merasa lalai dan tidak bisa mengurus rasakan. menulis dan beberapa kali mengikuti
Faiz. Saat pertama kali menulis adalah lomba dan menang dengan hadiah yang
Pernah ketika Faiz hanyut di sungai, ketika Faiz hanyut di sungai. Itu kejadian lumayan.
tetangga seolah mencibir, “Kok bisa yang sangat dramatis. Saya tidak Kini Faiz sudah akil balig. Makin
nggak menjaga anaknya dengan baik. menyangka tulisan saya di Facebook dewasa, kondisi Faiz makin sulit
Anak sampai hanyut. Sudah tahu tersebut mendapat respons yang sangat dimengerti oleh orang lain. Pertumbuhan
anaknya begitu.” Sedih sekali saat itu. luar biasa. fisik dan keinginan seksualnya tumbuh
Saya merasa keimanan saya diuji Seiring berjalannya waktu, dengan normal tapi dia tetap anak yang low
terus menerus. Dan ingat kepada Allah segala kejadian bersama Faiz yang function, seperti bayi.
adalah yang terbaik pada saat saya menguji kesabaran setiap hari, saya Meki demikian, saya sudah menerima
sudah tidak mampu lagi melakukan menuliskannya. Apa pun. Yang lucu, yang Faiz apa adanya. Dia akan saya urus
apa pun. Ada saja jalan Allah untuk seram, yang sedih. seumur hidup. M
menolong kami. Saya pernah menulis ketika Faiz bisa
Keadaan Faiz membawa dampak pakai sepatu sendiri di usia 17 tahun.
bagi Abang. Empatinya membuat sang Saya pernah menulis juga saat Faiz buang
abang yang menjadi seorang terapis, air besar di mal besar. Saat itu saya
khususnya terapi wicara, sebuah profesi sedang mengajarkan toilet training dan
yang langka di kalangan anak muda laki- Faiz tidak memakai diapers. Saya malu
laki. Kini Faiz diterapi abangnya sehingga sekali karena kotorannya berceceran di
saya tidak perlu membayar terapis lantai mal yang licin. Kakak Faiz juga malu
dari luar. Alhamdulillah, Allah seperti sekali. Saya menangis di toilet karena
memberi satu paket. Saya tidak merasa tidak tahu harus bagaimana. Saya malu
30 || MEDIAKOM | MARET 2023