Page 26 - Kultur Sekolah
P. 26

membentuk dan mendukung kultur yang diperlukan untuk menguatkan sikap yang

                    efektif dalam segala hal yang dikerjakan di sekolah. Apabila sikap ini timbul dan
                    didukung oleh kultur, semua aspek lain akan selalu berjalan beriringan. Oleh karena

                    itu, pembangunan kultur merupakan kunci kesuksesan sekolah.
                         Asesmen  artifak  dapat  mengungkapkan  nilai  dan  keyakinan  masyarakat

                    sekolah. Namun tidak semua artifak memiliki nilai dan keyakinan karena perbuatan

                    atau  pengembangan  artifak  ada  yang  tidak  didasari  oleh  nilai  atau  keyakinan.
                    Pengumpulan informasi memerlukan instrumen yang berupa angket atau kuesioner,

                    inventori, pengamatan, dokumentasi, dan wawancara (seperti pada lampiran 1 s.d. 5).

                         Dalam  Buku  Pedoman  Pengembangan  Kultur  Sekolah:  6,  kultur tidak  hanya
                    mencangkup bagaimana persepsi orang terhadap sekolah, tetapi juga mencakup nilai

                    keyakinan, dan asumsi yang mendasari perilaku. Asesmen kultur sekolah mencakup
                    asesmen pada tiga level, yaitu artifak, nilai dan keyakinan, dan asumsi.

                         Asesmen  terhadap  artifak  dilakukan  dengan  menggunakan  daftar  isian  yang
                    menjaring  informasi  tentang:  simbol-simbol,  tulisan-tulisan,  kebiasaan-kebiasaan,

                    upacara-upacara,  tata  letak  gedung  sekolah,  lingkungan  sekolah,  keadaan  sekolah,

                    fasilitas sekolah, gambar-gambar yang ada di ruang kepala sekolah, ruang guru dan
                    ruang  kelas.  Penilaian  artifak  juga  dilakukan  dengan  melalui  pengamatan,

                    wawancara,  dan  menggunakan  dokumen  yang  ada.  Semua  artifak  dianalisis  dan
                    dicari  penafsirannya  atau  maknanya  melalui  pengamatan  dan  wawancara  kepada

                    kepala sekolah, guru, siswa, orangtua, tata usaha, penjaga sekolah, penjaga warung
                    atau kantin sekolah, dan orang di sekitar sekolah.

                         Nilai  keyakinan  dapat  dijaring  melalui  pengamatan  terhadap  interaksi

                    antarsiswa, antarguru, siswa dengan kepala sekolah, siswa dengan guru, guru dengan
                    kepala sekolah, staf TU dengan kepala sekolah, dan sebagainya. Hasil analisis akan

                    memberikan informasi tentang kultur yang bersifat positif dan kultur yang bersifat

                    negatif.
                         Melalui  pengamatan  keadaan  ruang  kerja  kepala  sekolah,  ruang  kerja  guru

                    dapat  ditarik  asumsi  tentang  kerajinan  kepala  sekolah,  kerajinan  guru,  komitmen
                    kepala sekolah dan guru. Semua informasi tersebut dianalisis secara bersama-sama

                    untuk mengungkap nilai dan keyakinan yang ada di sekolah. Untuk selanjutnya baru
                    disusun program peningkatan kualitas sekolah.







                    Kembang Smantu                          11                    Edi Supriyanto, S. Pd.
   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31