Page 10 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 10
egaliter. Juga tentang heroik anak Minang dalam
menyelamatkan bayi NKRI dengan aksi PDRInya. Last but
not least, tentang kelihaian berdiplomasi warisan dari
generasi terdahulu. Bahwa anak Minang harus
menyelesaikan persoalan dengan otak, bukan dengan otot.
Tapi tidak hanya itu. Diungkapkan juga akan nilai
kurangnya yang tak terbantahkan. Khusus dalam BAB
bertajuk “Antara Plus dan Minus”. Tersingkap beberapa titik
buram budaya Minang. Antara lain tentang sikap percaya
dirinya yang berlebihan; kegemaran memelihara anjing
yang dianggap aib; media lapau dengan maota layaknya
sidang paripurna DPR, saling interupsi tanpa putusan. Dan
yang terakhir, obral gelar adat tituler kepada beberapa
pejabat non Minang yang tendensius. Semua dataran wajah
dibentang tanpa masker alat pelindung.
MEMINANGKAN ORANG MINANG
Dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 136, Allah SWT
berfirman:”Yaa Ayruhallaziina Aamanu: Aaminu... (Hai
orang-orang yang beriman: berimanlah...)”. Andaikan
kandungan ayat tersebut bisa dianalogikan dengan
Minangkabau, akan berbunyi: “Hai sekalian orang
Minangkabau: Jadi Minanglah...”. Dikatakan demikian,
karena tidaklah semua manusia Minangkabau itu orang
Minang. Sebab berbeda antara Minangkabau dan Minang.
Bahwa Minangkabau itu etnis, sedangkan Minang adalah
budaya, dan budaya adalah adat. Artinya, orang
Minangkabau yang tak beradat bukanlah orang Minang, tapi
orang “Ka....”.
Adapun adat itu dianut turun temurun melalui
pewarisan generasi dari mamak ke kemenakan. Kini
Menyingkap Wajah ix
Minangkabau
Paparan Adat dan
Budaya