Page 87 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 87

berbentuk ujaran kebencian atau berupa tuduhan yang tidak

                  mendasar. Jika Panghulu dihina, artinya kaum ikut terhina.



                        5. Martabat Panghulu

                        Sesungguhnya  mahkota  seorang  Panghulu  itu  adalah

                  martabatnya. Apabila martabat sudah runtuh, maka  “saluak”
                  yang ia junjung tidak lebih dari seonggok kain tanpa makna.

                  Maka  untuk  mengabadikan  Tahta  hendaknya    seorang
                  Panghulu pandai dalam memposisikan dirinya sebagai “raja”

                  bukan  sebagai  seorang  “hamba”.  Adapun  yang  menjadi

                  batasannya adalah:
                        a.  Baalam Laweh Bapadang Lapang

                        Seorang Panghulu harus bersifat tenang terkendali, jangan

                  mudah panik dan emosi saat mengambil sikap dalam berbagai
                  situasi  bagaimanapun  rumitnya  situasi  tersebut.  Dalam

                  menyelesaikan setiap persoalan, seorang Panghulu hendaklah

                  berhati  lapang  tanpa  ada  beban  dan  tekanan.  Jika  dalam
                  keadaan galau atau gelisah, maka batin tidak akan seimbang

                  sehingga  sulit  mendapatkan  kebenaran  yang  hakiki.  Pikiran
                  yang  sempit  akan  menimbulkan  sikap  keragu-raguan  yang

                  tentu saja tidak baik dalam pengambilan keputusan.  Hal itu

                  dilambangkan oleh model gunting baju seorang Panghulu yang
                  disebut dengan model Balah Sariak yang bermakna lapangnya

                  dada tanpa hambatan.

                        b.  Bakato Baiyo
                        Dalam mengambil putusan akhir, seorang Panghulu harus

                  menghindari  sifat  egosentris.  Harus  melaui  kesepakatan

                  dengan pihak-pihak terkait terutama dengan perangkat adat di
                  bawahnya.  Panghulu  hendaknya  cepat  tanggap  dan  segera

                  bertindak tetapi tidak memutuskan sendiri. Dia memulai tapi

                  tidak mengakhiri, seperti yang dimaksud dalam mamanga adat







                       58
                                  Yus Dt. Parpatih
   82   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92