Page 6 - Laporan Kasus Pelanggaran HAM Berat (1) finish
P. 6

untuk kepentingan penyelidikan dan selanjutnya disidangkan melalui Komisi
                         Kode  Etik  Profesi  (KKEP).  Proses  sidang  etik  ini  bertujuan  untuk
                         menentukan ada tidaknya pelanggaran disiplin dan etika profesi kepolisian,
                         meskipun  banyak  kalangan  menilai  bahwa  langkah  tersebut  belum  cukup
                         untuk menjamin akuntabilitas pidana.

                              Dalam  perkembangan  selanjutnya,  Presiden  Prabowo  Subianto  turut
                         memberikan  pernyataan  resmi  dari  Istana  Negara.  Dalam  konferensi  pers
                         pada  tanggal  30  Agustus  2025,  Presiden  menyampaikan  belasungkawa
                         mendalam  kepada  keluarga  korban  dan  menegaskan  bahwa  negara  tidak
                         boleh abai terhadap perlindungan hak asasi setiap  warga negara. Presiden
                         juga menekankan pentingnya penyelidikan yang transparan, akuntabel, dan
                         sesuai prinsip hukum, agar kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak
                         hukum dapat pulih. Ia meminta Kapolri dan Komnas HAM untuk bekerja
                         sama  dalam  menuntaskan  penyelidikan  serta  menjamin  bahwa  hasil
                         investigasi diumumkan secara terbuka kepada publik.

                              Berbagai  organisasi  masyarakat  sipil  kemudian  memperkuat  tekanan
                         moral  dan  hukum  kepada  pemerintah.  KontraS,  dalam  rilis  resminya,
                         menyatakan  bahwa  penonaktifan  anggota  Brimob  dan  proses  etik  internal
                         tidak  cukup,  karena  peristiwa  ini  memiliki  unsur  pembunuhan  akibat
                         penyalahgunaan kekuatan negara. Oleh karena itu, KontraS mendesak agar
                         kasus  ini  dilanjutkan  ke  ranah  pidana  umum  dan  bahkan,  bila  ditemukan
                         unsur kesengajaan atau kelalaian sistematis, diajukan ke Pengadilan HAM
                         sesuai  dengan  amanat  Undang-Undang  Nomor  26  Tahun  2000  tentang
                         Pengadilan HAM. Hal senada disampaikan oleh YLBHI dan LBH Jakarta,
                         yang  menilai  bahwa  penyelesaian  di  level  etik  sering  kali  berakhir  tanpa
                         kejelasan  dan  tidak  memberikan  keadilan  substantif  bagi  korban  dan
                         keluarganya. Mereka juga meminta agar Komnas HAM tidak hanya berhenti
                         pada tahap pemantauan, tetapi menaikkan status kasus menjadi penyelidikan
                         pelanggaran HAM berat.

                              Kasus  ini  kemudian  menjadi  perhatian  luas  di  media  nasional  dan
                         internasional, karena menyentuh isu krusial mengenai penggunaan kekuatan
                         aparat dalam situasi sipil dan tanggung jawab negara terhadap perlindungan
                         hak hidup warganya. Para pengamat HAM menilai langkah Komnas HAM
                         dan reaksi cepat pemerintah merupakan sinyal positif, namun mereka juga
                         mengingatkan agar proses hukum tidak berhenti pada hukuman administratif
                         atau etik semata, melainkan harus mencapai akuntabilitas hukum pidana dan
                         keadilan bagi korban. Tragedi Affan Kurniawan di Pejompongan  menjadi
                         pengingat keras bagi aparat keamanan bahwa dalam sistem demokrasi, setiap
                         tindakan represif negara harus tunduk pada prinsip hukum, kemanusiaan, dan
                         akuntabilitas publik.
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11