Page 9 - Laporan Kasus Pelanggaran HAM Berat (1) finish
P. 9
Setelah sidang etik yang dilakukan oleh Polri, berikut hasil penjatuhan sanksi
terhadap para pelaku:
1. Kompol Cosmas Kaju Gae, Komandan Batalyon IV Resimen Brimob,
dinyatakan melakukan pelanggaran berat dan dijatuhi Pemberhentian Tidak
Dengan Hormat (PTDH).
2. Bripka Rohmat, pengemudi rantis yang menabrak Affan, dijatuhi sanksi
demosi selama 7 tahun dan penempatan khusus selama 20 hari.
3. Tujuh anggota lainnya, termasuk Aipda M. Rohyani, Briptu Danang
Setiawan, Bripda Mardin, Bharaka Jana Edi, dan Bharaka Yohanes David,
dikenai penempatan khusus 20 hari serta kewajiban permintaan maaf tertulis
dan lisan kepada publik.
4. Beberapa di antaranya dinyatakan melanggar kode etik dengan kategori
perilaku tercela, dan tiga anggota mendapat sanksi etika ringan berupa
teguran serta kewajiban pembinaan.
Meski sanksi etik telah dijatuhkan, hingga akhir Oktober 2025 belum ada
proses pidana terhadap para pelaku, sehingga masyarakat menilai penegakan
hukum masih setengah hati. Banyak pihak mendesak agar perkara ini
ditingkatkan ke tahap penyelidikan pidana, bukan hanya berhenti di lingkup
internal Polri.
6. Analisis Kasus
Berdasarkan hasil temuan dan fakta-fakta di lapangan, kasus kematian
Affan Kurniawan di Pejompongan menunjukkan adanya indikasi kuat
terjadinya pelanggaran hak untuk hidup (right to life), yaitu hak dasar
manusia yang tidak boleh dilanggar dalam kondisi apa pun. Hak ini dijamin
dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Pasal 9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, serta diakui dalam berbagai instrumen internasional seperti
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948 dan Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi
Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Dalam kasus ini,
korban meninggal dunia akibat tindakan aparat yang menggunakan kendaraan
taktis (rantis) secara tidak proporsional dan tanpa adanya ancaman langsung
terhadap keselamatan petugas. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan
kekuatan oleh aparat telah melampaui batas kewajaran dan melanggar prinsip
proporsionalitas dan kehati-hatian dalam penegakan hukum.
Aparat kepolisian memang memiliki kewenangan untuk menggunakan
kekuatan dalam situasi tertentu, namun penggunaannya harus selalu
didasarkan pada prinsip legalitas, kebutuhan (nesesitas), proporsionalitas, dan
akuntabilitas sebagaimana diatur dalam Prinsip-Prinsip Dasar PBB tentang

