Page 11 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 11
pada masa tersebut dituangkan ke dalam bentuk karya sastra dan hasil seni. Seni
tidak lagi dianggap lagi sebagai sebatas seni, tetapi sudah merupakan wujud
kreativitas serta ide yang bertujuan untuk menentang tirani penguasa (Yudiono, KS,
2010, hlm. 169).
Angkatan ‘66 hingga ‘70 digagas oleh HB. Yasin dan Muchtar Lubis.
Angkatan ini diwarnai para tokoh sastrawan terkemuka seperti Arif Budiman (Soe
Hok Gie), Budi Darma, Chairul Harun, D.S. Moeljanto, Gerson Poyk, Gunawan
Muhamad, Hartojo Andangdjaya, Julius R. Siyaranamual, Kuntowijoyo, Muchtar
Lubis, Nh. Dini, Ras Siregar, Salim Said, Satyagraha Hoerip, Subagyo
Sastrowardoyo, Sutarji Calzoum Bahri, Taufik Ismail, Umar Kayam, Wiratmo
Soekito, dan lain-lain.
Sebuah buku dengan tebal 782 halaman yang diterbitkan oleh PT. Gramedia
pada tahun 2002. Isinya terdiri atas bahan-bahan bunga rampai karya sastra yang
sudah dikumpulkan sastrawan Angkatan 2000 sejak tahun 1990 hingga 1999. Buku
bunga rampai ini mengumpulkan 150 sastrawan dengan corak karya yang
mencerminkan sebuah angkatan baru, yaitu Angkatan 2000 (Rampan, 2000).
Berbicara tentang Angkatan 2000, maka kita berbicara pula tentang bagaimana
Korrie Layun Rampan bersama sastrawan lainnya berupaya keras untuk
mengukuhkan penamaan angkatan ini sebagai Angkatan 2000 melalui
pengumpulan karya-karya dari seluruh genre sastra yang dimulai dari awal tahun
90-an tadi.
Setelah diputuskan bersama tentang penamaan angkatan, yakni Angkatan
2000, tak bisa dipungkiri bahwa masih banyak sastrawan serta ahli sastra yang
memberi istilah berbeda tentang penamaan angkatan ini. Seperti Wiyatmi (2018)
yang menyebut angkatan ini dengan istilah Periode 2000-an. Seperti juga Yulianeta
(2016) dalam penelitian disertasinya yang menyebutkan Angkatan 2000 sebagai
Angkatan Era Reformasi. Hal ini berkenaan dengan kajiannya terhadap novel-novel
bertema sosial politik dan feminisme yang banyak diproduksi oleh para sastrawan
di era reformasi.
5