Page 162 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 162

melakukan pernikahan dengan kasta Sudra, dianggap telah melanggar hukum adat

                        yang  dalam  kepercayaan  Masyarakat  Bali  bisa  menimbulkan  malapetaka  atau
                        kesialan bagi yang melanggarnya atau pada orang lain. Sebagaimana cerita novel

                        ini tentang tokoh Telaga dari kasta Brahmana yang berani menentang hukum adat

                        dengan melakukan pernikahan bersama Wayan dari kasta Sudra. Dalam melanggar
                        aturan adat ini, tokoh Telaga harus menjalani serangkaian upacara adat patiwangi

                        untuk melepaskan gelar kebangsawanannya. Kemudian Telaga juga harus pamit
                        kepada seluruh keluarga besarnya. Maka dari itu, tokoh Telaga setelah upacara adat

                        patiwangi  dianggap  sebagai  masyarakat  biasa  dengan  mengikuti  aturan  kasta

                        suaminya yang berkasta Sudra yaitu Wayan Sasmitha.
                             Judul novel ini menggambarkan sebuah perlawanan terhadap adat dan sistem

                        feodal  dalam  masyarakat  Bali, yakni  tentang pengkastaan. Tarian Bumi, adalah
                        sebuah  tarian  yang  menggambarkan  tentang  kehidupan  di  bumi  dengan  segala

                        peradabannya.  Judul  novel  ini  tidak  mewakili  isi  secara  langsung  karena  kata
                        ‘Tarian Bumi’ dalam novel ini tidak dimunculkan, akan tetapi dalam pembicaraan

                        Luh  Kambren  dengan  Telaga  ada  pekataannya  yang  mengatakan  bahwa,  Yang

                        Tiang  herankan,  ke  mana  larinya  orang-orang  yang  sudah  kenyang  makan
                        sekolahan itu? Kenapa bukan mereka yang menulis tentang bumi ini, peradaban

                        ini (2007, hal. 93)? Maka dari itu, judul ini memiliki pengertian atau makna yang
                        tersirat dalam cerita novel ini, yakni makna yang sarat dengan falsafah kehidupan.

                             Dalam  novel  ini,  Oka  Rusmini  sebagai  pengarang  menggunakan  sudut

                        pandang  orang  ketiga  dengan  menyebutkan  nama-nama  tokoh  dalam  cerita  ini.
                        Misalnya  pengarang  menyebutkan  Telaga,  Kenanga,  Wayan,  Sadri,  dan  nama-

                        nama  lainnya.  Pengarang  juga  menjadikan  tokoh  utama  Telaga  yang  bertindak
                        sebagai  pengisah  tokoh  ibunya,  neneknya,  kakeknya,  dan  tokoh  lainnya

                        sebagaimana terdapat pada teks, Ya, Sadri memang sering iri pada Telaga, karena

                        perempuan itu memiliki seluruh kecantikan pra perempuan di desa(Rusmini, 2007,
                        hlm.  6).  Pengarang  juga  menjadikan  tokoh  utama  Telaga  bertindak  sebagai

                        pengisah dari ibunya, neneknya, kakeknya, dan tokoh lainnya sebagaimana cerita
                        dari Telaga tentang neneknya yaitu ibu dari ayahnya yang tengah memarahi Jero







                                                                                                    156
   157   158   159   160   161   162   163   164   165   166   167