Page 163 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 163

Kenanga, “Kau tak pernah bisa memberi kebahagiaan pada anakku, Kenanga!”

                        Suara  Nenek  terdengar  getir  dan  amat  menusuk.  Ibu  hanya  bisa  diam  sambil
                        menelan tangisnya dalam-dalam (Rusmini, 2007, hlm. 13).

                             Gaya  bahasa  yang  digunakan  pengarang  dalam  novel  ini  adalah  majas

                        personefikasi, simile, antithesis, hiperbola, klimaks, dan repetisi. Namun dalam hal
                        ini,  majas  personefikasi  lebih  banyak  dipakai  oleh  pengarangnya  untuk

                        menggambarkan  perasaan  dan  pikiran  pada  tokoh  Telaga.  Sementara  majas
                        hiperbola  digunakan  sebagai  pengungkapan  hati  tokoh  Telaga  terhadap  sesuatu

                        yang dirasakan dan dipikirkan olehnya melebihi atas sesuatu yang telah dilihatnya.

                        Tone  dari  bahasa  yang  digunakan  oleh  Okka  Rusmini  terletak  pada  kata-kata
                        berbahasa daerah Bali seperti taksu, ragina-pragina, balian, patiwangi, dan lainnya

                        (Rusmini, 2007, hlm. 1 – 175).
                             Sebagai simbolisme, maka simbol-simbol yang muncul dalam novel Tarian

                        Bumi  tercermin  pada  setiap  tarian  yang  dimainkan  oleh  para  tokoh  yang  di
                        antaranya yaitu oleh Telaga, Sekar, Wayan, dan Luh Kambren. Setiap tarian yang

                        mereka mainkan memberi simbol tentang makna kehidupan atau suatu gairah pada

                        diri  penari  yang  memiliki  kesesuaian  antara  kisah  hidupnya  denga  kisah  dalam
                        tarian  yang  dimainkannya.  Salah  satunya  adalah  Telaga  Pidada  yang  tengah

                        melakukan tarian Oleg sebagaimana pada teks, Semua orang desa sudah tahu, taka
                        da  yang  bisa  mengalahkan  Ida  Ayu  Telaga  Pidada  menari  Oleg.  Sebuah  tari

                        tentang  nikmatnyamerakit  sebuah  percintaan  (Rusmini,  2007,  hlm.  4).  Secara

                        simbolisme, tarian ini mengisahkan tentang nikmatnya merakit sebuah percintaan.
                        Sebuah  tarian  yang  berkisah  tentang  keindahan  cinta  antara  laki-laki  dan

                        perempuan. Tarian ini juga yang menyiratkan awal terjadinya kisah percintaan di
                        antara Telaga dengan Wayan Sasmita.

                             Ironi dramatis terjadi pada kehidupan percintaan antara Telaga Pidada dengan

                        Wayan Sasmita. Telaga yang berasal dari keluarga bangsawan berkasta Brahmana
                        mencintai Wayan yang berasal dari kasta Sudra. Mereka berdua akhirnya disatukan

                        dalam perbedaan atas dasar kekuatan cinta. Berbagai nasihat telah diterima Telaga
                        dan Wayan dari ibu mereka masing-masing yang tak mengharapkan mereka berdua







                                                                                                    157
   158   159   160   161   162   163   164   165   166   167   168