Page 168 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 168
peradabannya. Judul novel ini tidak mewakili isi secara langsung karena kata
‘Tarian Bumi’ dalam novel ini tidak dimunculkan, akan tetapi dalam pembicaraan
Luh Kambren dengan Telaga ada pekataannya yang mengatakan bahwa, Yang
Tiang herankan, ke mana larinya orang-orang yang sudah kenyang makan
sekolahan itu? Kenapa bukan mereka yang menulis tentang bumi ini, peradaban
ini (2007, hal. 93)? Maka dari itu, judul ini memiliki pengertian atau makna yang
tersirat dalam cerita novel ini, yakni makna yang sarat dengan falsafah kehidupan.
Dalam novel ini, Oka Rusmini sebagai pengarang menggunakan sudut pandang
orang ketiga dengan menyebutkan nama-nama tokoh dalam cerita ini. Misalnya
pengarang menyebutkan Telaga, Kenanga, Wayan, dan nama-nama lainnya.
Pengarang juga menjadikan tokoh utama Telaga yang bertindak sebagai pengisah
tokoh ibunya, neneknya, kakeknya, dan tokoh lainnya.
Gaya bahasa yang digunakan pengarang dalam novel ini adalah majas
personefikasi, simile, antithesis, hiperbola, klimaks, dan repetisi. Namun dalam hal
ini, majas personefikasi lebih banyak dipakai oleh pengarangnya untuk
menggambarkan perasaan dan pikiran pada tokoh Telaga. Sementara majas
hiperbola digunakan sebagai pengungkapan hati tokoh Telaga terhadap sesuatu
yang dirasakan dan dipikirkan olehnya melebihi atas sesuatu yang telah dilihatnya.
Tone dari bahasa yang digunakan oleh Okka Rusmini terletak pada kata-kata
berbahasa daerah Bali seperti taksu, ragina-pragina, balian, patiwangi, dan
lainnya.
Simbol-simbol dalam novel Tarian Bumi tercermin pada setiap tarian yang
dimainkan oleh para tokoh yang di antaranya yaitu Telaga, Sekar, Wayan, dan Luh
Kambren. Setiap tarian yang mereka mainkan memberi simbol tentang makna
kehidupan atau suatu gairah pada diri penari yang memiliki kesesuaian antara kisah
hidupnya denga kisah dalam tarian yang dimainkannya. Salah satunya adalah
Telaga Pidada yang tengah melakukan tarian Oleg. Secara simbolisme, tarian ini
mengisahkan tentang nikmatnya merakit sebuah percintaan. Sebuah tarian yang
berkisah tentang keindahan cinta laki-laki dan perempuan. Tarian ini juga yang
menyiratkan awal kisah percintaan antara Telaga dengan Wayan Sasmita
162