Page 165 - A Man Called Ove
P. 165

A Man Called Ove

                “Oh, aku sudah tidak tahan lagi…,” desah Parvaneh
            sambil memegangi kening.

                Dia memandang kedua putrinya. “Maukah kalian duduk
            manis di sini bersama Paman Ove, sementara Mum pergi
            menengok Dad? Kumohon?”
                “Ya, ya.” Si gadis tujuh tahun mengangguk-angguk
            jengkel.

                “Yaaaaa!” teriak si gadis tiga tahun kegirangan.
                “Apa? “ bisik Ove.
                Parvaneh berdiri.

                “Apa maksudmu ‘bersama Ove’? Kau pikir akan pergi
            ke mana?” Ove terperangah karena si Hamil seakan tidak
            memahami tingkat kemarahan dalam suaranya.
                “Kau harus duduk di sini dan mengawasi mereka,” kata
            Parvaneh singkat, lalu menghilang di koridor sebelum Ove
            sempat menyampaikan keberatan lebih lanjut.
                Ove berdiri di sana, menatap perempuan itu, seakan
            mengharapkannya untuk bergegas kembali dan berteriak
            bahwa dia hanya bergurau. Namun Parvaneh tidak bergurau.
            Jadi Ove berpaling kepada kedua gadis kecil itu. Dan detik
            berikutnya, dia tampak seakan hendak menyorotkan
            lampu-meja ke mata mereka dan menginterogasi mengenai
            keberadaan mereka saat terjadi pembunuhan.

                “BUKU!” teriak si gadis tiga tahun seketika, lalu bergegas
            menuju pojok ruang tunggu. Di sana, terdapat kekacauan
            besar berupa mainan, papan permainan, dan buku bergambar.





                                       160
   160   161   162   163   164   165   166   167   168   169   170