Page 303 - A Man Called Ove
P. 303
A Man Called Ove
Ove tidak menjawab. Remaja itu menunduk memandang
tanah. Mengangkat bahu.
“Itu saja….”
Dia terdiam. Lalu mereka sama-sama berdiri di sana, lelaki
berusia lima puluh sembilan tahun dan remaja itu, terpisah
beberapa meter, menendang salju. Seakan mereka sedang
menendang ingatan bolak-balik, ingatan mengenai seorang
perempuan yang bersikeras melihat lebih banyak potensi di
dalam diri lelaki-lelaki tertentu dibanding yang dilihat oleh
para lelaki itu dalam diri mereka sendiri. Keduanya tidak tahu
apa yang harus dilakukan dengan pengalaman yang sama ini.
“Sepedanya mau kau apakan?” tanya Ove, pada akhirnya.
“Aku berjanji kepada pacarku untuk membetulkannya.
Dia tinggal di sana,” jawab remaja itu sambil mengangguk ke
arah rumah di ujung jauh jalanan, di seberang rumah Anita
dan Rune. Rumah tempat orang-orang yang suka mendaur-
ulang itu tinggal, jika mereka sedang tidak berada di Thailand
atau di mana pun yang mereka datangi.
“Atau, kau tahu. Dia belum menjadi pacarku, tapi kurasa
aku ingin dia menjadi pacarku. Semacam itulah.”
Ove mengamati remaja itu seperti yang sering dilakukan
oleh lelaki setengah baya ketika mengamati pemuda yang
seakan menciptakan tata bahasa mereka sendiri begitu saja.
“Kalau begitu, kau punya perkakas?” tanyanya.
Remaja itu menggeleng.
“Bagaimana caramu memperbaiki sepeda tanpa
perkakas?” tanya Ove, lebih karena terkejut daripada jengkel.
298