Page 435 - A Man Called Ove
P. 435
A Man Called Ove
dokter itu lagi, seakan menunggu lelaki itu membentangkan
lengan, membuat gerakan-gerakan mencolok dengan jemari
tangannya dan berteriak: “Aku hanya bergurau!”
Dan ketika dokter itu tidak melakukan hal ini, Parvaneh
mulai tertawa. Mulanya tawa itu lebih kedengaran seperti
batuk, lalu seakan Parvaneh sedang menahan bersin dan, tak
lama kemudian, tawa itu berubah menjadi serangan terkikik
parau panjang berlarut-larut. Dia memegangi sisi ranjang,
melambai-lambaikan tangan di depan wajah seakan untuk
mengipasi dirinya sendiri agar berhenti tertawa, tapi itu
tidak membantu. Dan kemudian, tawa itu akhirnya berubah
menjadi tawa-perut panjang dan lantang, hingga meledak
ke luar ruangan dan membuat para perawat di koridor
menyembulkan kepala lewat pintu dan bertanya keheranan,
“Ada apa di sini?”
“Kau mengerti kan apa yang harus kuhadapi?” desis
Ove lemah kepada dokter itu sambil memutar bola mata,
sementara Parvaneh yang dikuasai histeria membenamkan
wajah pada salah satu bantal.
Dokter itu tampak seakan tidak pernah menghadiri
seminar mengenai cara menghadapi tipe situasi ini, jadi pada
akhirnya dia berdeham keras dan sedikit mengentakkan kaki
dengan cepat, bisa dibilang untuk mengingatkan mereka
terhadap kewibawaannya. Tentu saja itu tidak terlalu
membantu, tapi setelah banyak upaya lagi, Parvaneh menjadi
cukup tenang hingga bisa berkata: “Jantung hati Ove terlalu
besar; kurasa aku akan mati.”
“Sialan! Akulah yang sedang sekarat!” kata Ove keberatan.
430