Page 8 - A Man Called Ove
P. 8
Fredrik Backman
“Wah … ini tidak bisa dibilang komputer normal.
Mungkin sebaiknya Anda memilih ….” Asisten itu terdiam,
seakan mencari kata yang bisa dipahami oleh lelaki di
hadapannya. Lalu, dia kembali berdeham dan berkata, “…
laptop?”
Ove menggeleng keras dan mencondongkan tubuh ke
atas gerai dengan sikap mengancam. “Tidak, aku tidak mau
‘laptop’. Aku mau komputer.”
Asisten itu mengangguk sok tahu. “Laptop itu komputer.”
Dengan tersinggung, Ove memelototinya dan
menghunjamkan telunjuk ke gerai.
“Kau pikir aku tidak tahu, ya!”
Hening lagi, seakan dua jago tembak mendadak menyadari
bahwa mereka lupa membawa pistol. Ove memandang kotak
itu untuk waktu yang lama, seakan menunggu munculnya
pengakuan dari sana.
“Dari mana keyboard-nya ditarik keluar?” gumamnya
pada akhirnya.
Asisten penjualan menggosok-gosokkan telapak tangan
ke pinggir gerai dan memindahkan bobot tubuhnya dengan
gelisah dari satu kaki ke kaki lain, seperti yang sering dilakukan
oleh anak-anak muda yang bekerja di toko eceran, ketika mulai
menyadari ada sesuatu yang akan menghabiskan jauh lebih
banyak waktu daripada yang semula mereka harapkan.
“Wah, sesungguhnya ini tidak pakai keyboard.”
Ove menggerak-gerakkan alis. “Ah, tentu saja,” cetusnya.
“Karena kau harus membelinya sebagai ‘ekstra’, kan?”
3