Page 132 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 132

www.rajaebookgratis.com





               mencintainya. Tapi ia tidak akan pernah bisa melintas Kak Laisa. Hubungan ini tidak akan
               berhasil. Jika mereka tidak bisa bergerak ke fase komitmen, pernikahan, maka lebih baik ia
               mundur.  Lebih  baik  mereka  saling  menjauh.  Menunggu.  Menunggu  hingga  kapanpun,
               Yashinta  tertunduk.  Bagaimanalah  ia  akan  melintas?  Setelah  begitu  banyak  kebaikan  Kak
               Laisa?
                   Kenangan-kenangan itu melintas di kepalanya. Kak Laisa yang menggendongnya pulang
               dari jembatan kayu. Tersuruk-suruk sambil menangis, cemas. Kak Laisa yang berteriak-teriak
               memanggil Mamak. Gemetar meletakkannya di bale bambu. Berbisik.
               "Kakak  mohon,  bangunlah  Yash"  Kak  Laisa  yang  bahkan  tulus  menukar  nyawanya  demi
               kesalamatan adik-adiknya.
               Kak Laisa yang mengajarinya tentang alam,
               "Itu kukang, Yash!" Tertawa melihatnya ketakutan saat seekor kukang melompat.
               "Kau tahu? Saat ada ular pemangsa yang mengancam sarangnya, saat ada hewan buas lain
               yang  mengincar  anak-anaknya,  induk  kukang  akan  habis-habisan  mempertahankan  sarang.
               Sampai mati. Dan ketika ia mati, sekarat, induk kukang akan mengambil cairan di ketiak kiri
               dan kanannya, menjadikannya satu, mengusapkannya ke seluruh tubuh. Jika dua cairan ketiak
               kukang  digabungkan,  itu  menjadi  racun  mematikan.  Yang  akan  membunuh  ular  atau
               pemangsa  lain  saat  memakan  tubuhnya....  Kau  tahu  apa  gunanya  pengorbanan  itu?  Agar
               anak-anaknya tetap selamat. Induk kukang mati bersama dengan pemangsanya!"
                   Saat itu Yashinta kecil hanya tertawa. Apalagi saat Kak Laisa bilang soal cairan di ketiak.
               Tapi saat kuliah di Belanda, bahkan prof esor biologi di sana tidak tahu fakta tentang kukang
               tersebut. Juga beberapa reporter senior National Geographic. Hanya orang seperti Kak Laisa,
               yang mewarisi kebijakan alam Lembah Lahambay yang tahu. Belajar langsung dari alam liar.
               Dan  mungkin  kebijakan  seperti  itulah  yang  dimiliki  Kak  Laisa,  mengorbankan  seluruh
               hidupnya demi adik-adiknya. Yashinta menelan ludah.
               "Kaubawa  ini, Yash!" Goughsky  yang  berdiri di sebelahnya  mengulurkan sesuatu. Seuntai
               kalung, berhiaskan delima.
               "Itu milik Ibu-ku. Satu-satunya yang tersisa di rumah kami saat badai salju itu pergi.... Aku
               akan selalu menunggumu... Hingga kapanpun..."
                   Dan Yashinta sudah menangis terisak. Itu pembicaraan mereka enam bulan lalu.
                   Enam  bulan  sebelum  SMS  Mamak  terkirimkan.  Yashinta  memutuskan  untuk  memulai
               proyek sendiri. Konservasi alap-alap kawah. Peregrin. Pergi ke Gunung Semeru. Goughsky
               juga  berhenti dari proyek konservasi elang  mereka. Tidak kuasa  melihat jejak Yashinta di
               mana-mana.  Membuat  Mr  dan  Mrs  Yoko  berteriak-teriak  tidak  mengerti.  Kabar  baiknya
               proyek  mereka  sudah  selesai  di  bulan  kedua  belas.  Hanya  tinggal  masa  transisi  sebelum
               diserahkan kepada petugas Taman Nasional Gunung Gede.
                   Kak Laisa  sejak pembicaraan di  lereng  itu tidak banyak  lagi  membujuk Yashinta. Dia
               sudah  amat  lelah.  Kalimat  terakhir  yang  diucapkarmya  di  lereng  waktu  itu  menjelaskan
               betapa lelahnya Kak Laisa. Kanker paru-paru nya sudah stadium III. Semakin ganas. Susah
               payah  Kak  Laisa  menyembunyikan  penyakit  itu  di  hadapan  adik-adiknya.  Meminum  obat
               berkali-lipat  dosis  normal  menjelang  jadwal  pulang  dua  bulanan  mereka.  Ia  selalu  tngin
               terlihat baik-baik saja. Tidak ada yang tahu kalau Kak Laisa bolak-balik ke rumah sakit kota
               provinsi.
                   Tetapi  energi  yang  hebat  itu,  kecintaan  atas  adik-adiknya,  rasa  cukup  dan  syukur  atas
               hidup dan kehidupan, akhirnya tidak kuasa mengalahkan fisik yang semakin lemah. Sebulan
               yang lalu, ia terjatuh di lereng perkebunan. Di tandu pulang. Kak Laisa menolak dirawat di
               rumah sakit, jadi peralatan, dokter, dan suster yang didatangkan dari sana.
                   Dua hari lalu, setelah bertahan selama seminggu dengan infus dan belalai plastik, SMS itu
               terkirimkan.
   127   128   129   130   131   132   133   134   135   136