Page 129 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 129

www.rajaebookgratis.com





               "Tuh, kan, Pada berisik, sih." Yashinta  buru-buru  melangkah  mendekati  ayunan. Tangisan
               Delima menyelamatkannya.
                   Esok hari, saat berjalan bersisian dengan Kak Laisa menemani Intan mengelilingi lereng
               perkebunan. Berdiri membiarkan Intan yang sudah empat tahun berjalan sendiri tidak tahu
               arah. Memetik buah-buah strawberry. Memenuhi kantong-kantongnya. Kak Laisa memegang
               lengan Yashinta lembut.
               "Kau menyukainya?"
               "Menyukai apaan sih, Kak?" Yashinta yang segera tahu kemana arah bicara pura-pura tidak
               mengerti.
               "Kau menyukai Goughsky?"
                   Muka Yashinta langsung tersipu. Wajah cantik itu kebas, meski matanya terlihat sekali
               bercahaya, ditimpa cahaya matahari pagi,
               "Kalau begitu, apalagi yang kau tunggu? Umurmu sudah 33 tahun, Bahkan di bagian dunia
               manapun, kau sudah terhitung 'gadis tua' seperti Kakak!"
               Kak Laisa tersenyum.
                   Yashinta  tidak  menjawab.  Wajahnya  yang  menjawab.  Semakin  tersipu.  Berusaha
               menunduk.
               "Akan menyenangkan sekali jika Kakak, Mamak, dan kami semua bisa berkenalan langsung
               dengan mahkluk setengah-setengah itu. Ajaklah dia ke lembah ini. Kakak ingin melihat mata
               birunya. Apakah itu seindah yang sering kau ceritakan!"
                   Yashinta terbatuk pelan. Entah hendak bilang apa. Beruntung Intan mendekati mereka,
               berseru, memutus pembicaraan,
               "Tante, Tante, buahnya besal-besal... Kantong Intan sudah penuh semua.... Tante dan Wawak
               pegang sepaluh, deh!"
                   Enam bulan kemudian, akhirnya Goughsky ikut pulang ke Lembah Lahambay. Si mata
               biru itu menyetujui ide Kak Laisa. Jadi saat Yashinta malu-malu mengajaknya, malu-malu
               menyampaikan undangan itu, Goughsky mengangguk mantap.
                   Kabar ikut pulangnya Goughsky ke perkebunan membuat basecamp ramai oleh seruan,
               "Wah, ada yang mau ketemu dengan calon mertua!" Goughsky ikut tertawa lebar. Yashinta
               masih saja tersipu malu. Urusan mereka sama seperti Dalimunte dan Cie Hui, atau Ikanuri-
               Wibisana  dengan  Wulan-Jasmine.  Mereka  tidak  saling  mengungkapkan  perasaan  secara
               langsung.  Tapi  bukankah  perasaan  itu  tidak  selalu  harus  dikatakan?  Cara  menatap,  cara
               bertutur sungguh cermin dari isi hati. Lagipula sama seperti kakak-kakaknya, Yashinta tidak
               mengenal proses pacaran. Mereka tahu batas-batasnya.
                   Jadilah  itu kunjungan pertama Goughsky, kunjungan  yang ditunggu-tunggu Kak Laisa.
               Yang celakanya, ternyata justru sekaligus menjadi kunjungan terakhir Goughsky.
                   Pria Uzbek itu seperti biasa cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Menjawab
               gurauan Kak Laisa dengan baik. Membantu Yashinta lebih santai, yang mukanya sepanjang
               hari memerah. Mengerti benar menempatkan diri di hadapan Mamak, akrab dengan Ikanuri
               dan Wibisana. Dan cepat nyambung bicara dengan Dalimunte,
               "Tentu  saja  aku  tahu,  Yash....  Aku  sudah  mengenal  Profesor  Dalimunte  ketika  kuliah  di
               Belanda.  Membaca  banyak  penelitiannya....  Yang  aku  tidak  tahu  dan  benar-benar  tidak
               menduga selama ini, ternyata Profesor punya adik sekeras kepala kau!"
               Tertawa. Dan sebelum senja tiba, Goughsky sudah menjadi 'paman' yang hebat buat Intan.
                   Hanya satu yang keliru. Yang membuat kunjungan itu menjadi kacau-balau. Saat berjalan
               dengan Kak Laisa, menggendong Intan di bahu, melewati jalur-jalur batangstrawberry. Saat
               Kak Laisa  bilang tentang: apalagi  yang kalian tunggu. Goughsky  mengangguk. Dia  sudah
               mengenal dengan baik keluarga ini dari cerita-cerita Yashinta di basecamp. Dan keluarga itu
               juga sudah  mengenal  baik dirinya  juga  melalui cerita-cerita Yashinta di perkebunan setiap
               pulang. Dia menyukai Yashinta, bahkan sejak pandangan pertama di London.
   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133   134