Page 128 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 128

www.rajaebookgratis.com





                   Tidak  dulu.  Tidak  sekarang.  Kanak-kanak  selalu  memberikan  respon  yang  sama  atas
               mekanisme  ini.  Membuat  imajinasi  mereka  terbang,  dan  tanpa  mereka  sadari,  ada
               pemahaman arti berbagi, berbuat baik, dan selalu bersyukur yang bisa diselipkan.
                   Pagi semakin tinggi. Eyang terus bercerita hingga lima belas menit ke depan. Kak Laisa
               memejamkan  matanya.  Ia  pagi  ini  benar-benar  merasa  lelah.  Tiga  monster  kecil  ini
               memberikan  energi  tambahan  untuk  bertahan  lebih  dari  48  jam.  Tetapi  waktunya  tinggal
               sedikit lagi. Hanya menunggu Yash, adiknya tersayang.
                   Suara  Mamak  berkata  lembut  terngiang  di  telinganya:  bidadari-bidadari  surga,  seolah-
               olah adalah telur yang tersimpan dengan baik (Ash-Shaffat: 49)....
                   Kak  Laisa  jatuh  tertidur,  dengan  sungging  senyum  dan  satu  kalimat  doa:  Ya  Allah,
               jadikan Lais salah satu bidadari-bidadari surga....
                   Sementara ratusan kilometer dari arah barat. Helikopter itu melesat dengan cepat.
                   Sebelum matahari tenggelam. Sebelum semuanya benar-benar terlambat. Yashinta harus
               tiba di perkebunan strawberry.

               43
               ROMANTISME MATA BIRU
               "ADA yang berubah darimu, Yash!" Kak Laisa memainkan matanya. Menahan tawa.
               "Apanya?"
               "Kau tidak sibuk lagi — " Muka Kak Laisa terlihat jahil.
               Yashinta  menyeringai,  sejak  kapan  cqba  Kak  Laisa  macam  Kak  Ikanuri.  Ikutan
               menggodanya.  Mereka  sedang  duduk  di  ruang  depan  rumah  panggung.  Beramai-ramai.
               Delima  dan  Juwita  yang  baru  enam  bulan  tertidur  lelap  di  ayunan.  Wulan  dan  Jasmine
               sebenarnya  membawa  box  bayi.  Tapi  Mamak  sudah  memasang  dua  ayunan  dari  kain,
               disambung  dengan  tali.  Menjuntai  dari  atap  ruang  depan.  Di  dalamnya  diberikan  bantal-
               bantal  lembut.  Kata  Mamak,  bayi  lebih  senang  tidur  di  ayunan  kain,  dibandingkan  kotak.
               Lagipula di lembah, cara-cara pedesaan lebih menyenangkan.
               "Sibuk apanya?" Yash yang sedang memangku Intan bingung. Mengangkat bahu. Bukannya
               semua terlihat biasa-biasa saja.
               "Sudah sehari kau pulang, tapi kau tidak  sibuk  Lagi  bilang Goughsky  yang  menyebalkan.
               Goughsky yang sok tahu. Goughsky yang sok pintar." Kak Laisa tertawa. Menggoda.
                   Cepat  sekali  muka  Yashinta  memerah.  Seperti  lembayung  senja.  Membuat  Cie  Hui,
               Wulan, dan Jasmine ikut tertawa.
               "Dia tetap menyebalkan, kok. Tetap sok tahu."
               Yashinta menukas cepat. Berusaha mengalihkan perhatian dan muka merah padam dengan
               memainkan tangan Intan.
               "Tetap memanggilmu, 'Miss Headstone'? 'Miss Headstone'!" Kak Laisa menirukan intonasi
               Yashinta selama ini saat mengulang kata-kata ini. Bahkan Mamak ikut tertawa.
               "Ada apa ini? Ada sesuatu yang kami tidak tahu?" Ikanuri yang baru melangkah masuk dari
               pintu  depan  bertanya.  Diiringi  Wibisana  dan  Dalimunte.  Mereka  baru  pulang  dari  acara
               syukuran kecil di rumah Bang Jogar. Kebetulan lagi di lembah.
               "Tidak ada apa-apa, kok!" Yashinta menjawab sebelum yang lain membuka mulut. Melotot
               kepada Kak Laisa.
               "Ya, tidak ada apa-apa.... Hanya bertanya kabar rekan kerja Yash di Gunung Gede. Mahkhluk
               setengah-setengah itu, kan Yash?"
                   Malam itu menyenangkan menggoda Yashinta. Melihat Yash salah tingkah. Berkali-kali
               menghindar. Mengancam Kak Laisa dan yang lain agar berhenti bertanya. Tapi semakin ia
               rnembantah dan menghindar, semakin ia menunjukkan perasaannya. Membuat ruang depan
               rumah panggung dipenuhi tawa. Baru terhenti saat Delima yang tidur di ayunan merengek.
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133