Page 123 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 123
www.rajaebookgratis.com
"Tentu saja aku tahu, aku dibesarkan di hutan salju Uzbekistan. Sendirian. Yatim piatu.
Menghadapi kerasnya belantara. Umur dua belas tahun aku harus berkelahi dengan beruang
salju raksasa. Memitingnya dengan tangan ini."
Goughsky tertawa menjelaskan, sambil menunjukkan lengannya yang kekar. Saat itu mereka
sedang menemukan jejak beruang di lereng Gunung Gede. Menjawab pertanyaan kolega
peneliti lokal yang bertanya itu jejak apa.
Yang lain lagi-lagi terpesona. Dan Yashinta lagi-lagi menatap sebal. Itu pasti bohong.
Bule sialan ini sengaja memancing-mancing emosinya, karena semalam di basecamp,
Yashinta menceritakan kejadian Kak Laisa dan tiga harimau di Gunung Kendeng. Mahkluk
setengah-setengah ini pasti tidak mau kalah dengannya. Mengarang cerita-cerita
menyebalkan itu.
"Hati-hati, Yash! Itu sarang landak, biasanya ada sisa durinya."
Goughsky sigap menarik lengan Yashinta.
"Aku tahu!" Yashinta yang melamun, menjawab pendek. Menarik kakinya yang terlanjur
melangkah.
Senja membungkus lereng Gunung Gede. Garis horizon terlihat merah. Kabut turun
melingkupi. Dingin. Mereka beriringan berjalan menuju basecamp. Kembali dari menara 9.
Yashinta memperbaiki syal di leher. Menyibak belukar di sebelahnya. Menghindari sarang
landak itu. Berdiam diri sepanjang jalan. Diam-diam berpikir. Yang itu sebenarnya ia tidak
tahu. Bahkan Yashinta tidak yakin apakah Kak Laisa bisa mengenali sarang landak hanya
dengan melihat selintas di tengah remang senja seperti ini? Melirik ke belakang Goughsky
terlihat melangkah santai. Mata birunya terlihat indah di remang senja.
Yashinta buru-buru menoleh ke depan lagi.
Kemajuan proyek konservasi elang jawa mereka sejauh ini menggembirakan. Mr dan Mrs
Yoko datang di bulan ke sembilan. Kunjungan selama seminggu. Langsung membawa
helikopter pribadi mereka. Pasangan itu terlihat senang memperhatikan foto-foto, peta area
konservasi, rencana program sosialisasi, dan sebagainya.
"Kemajuan yang baik, very well.... Awalnya aku cemas kalian akan lebih sering bertengkar
dibandingkan mengerjakan proyek ini, my dear." Mrs Yoko menyentuh lembut lengan
Yashinta.
"Tidak. Tentu saja kami tidak sibuk bertengkar. Kalian tahu, Yash ternyata bisa diandalkan....
Ia bisa menjadi sekretaris proyek yang baik. Ia pandai sekali kalau urusan catat-mencatat."
Goughsky yang menjawab. Sambil tertawa.
Yashinta ikut tertawa.
Dua bulan terakhir, meski ia masih sering bertengkar dengan Goughsky, sering menjawab
ketus, tapi ia mulai terbiasa. Seperti batu yang terkena tetesan air, keras kepalanya mulai bisa
berlubang dengan sabaaaarnya Goughsky. Jadi ia hanya ikut tertawa dengan gurauan pemuda
Uzbek itu. Tidak sibuk mendesis sebal dalam hati.
Dan itu bermula dua bulan lalu, saat jadwal pulang rutin dua bulanan Yashinta ke
perkebunan strawberry, bule itu berbaik hati mengantarnya ke bandara. Menyerahkan dua
ukiran kayu sebelum ia melangkah menuju pintu keberangkatan.
"Aku membuatnya sendiri—"
"Tidak mungkin!" Yashinta memotong. Bagaimana mungkin mahkluk setengah-setengah ini
bisa mengukir kayu seindah ini. Dengan masing-masing bergambar beruang salju sedang
bermain. Pohon-pohon cemara. Bukankah ia tidak pernah melihat Goughsky melakukan
kerajinan tangan itu selama di basecamp.
"Aku membuatnya saat kalian masih sibuk mendengkur tidur shubuh-shubuh. Terserah Yash
sajalah. Percaya atau tidak," Goughsky tertawa, mengangkat bahu,