Page 121 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 121

www.rajaebookgratis.com





               kesalahan  Yashinta.  Hal-hal  kecil.  Bahkan  dalam  banyak  kasus  Yashinta  sendiri  yang
               mencari-cari masalah. Ingin menunjukkan ketidak sukaannya.
                   Jadi tidak aneh jika Yashinta banyak melupakan detail yang lebih besar. Seperti betapa
               tampannya Goughsky, ergh, maksudnya bukan itu. Yashinta bahkan tidak menyadari kalau
               Goughsky  berbeda  sekali  dengan  tipikal  teman  lelaki  yang  dikenalnya  selama  ini.  Tidak
               sibuk  mencari  perhatian.  Bahkan  sedikit  marah  jika  rekan  peneliti  lokal  cewek  lainnya
               bergenit-genit ria dengannya.
                   Goughsky  juga tipikal pemuda  yang  menyenangkan. Dekat dengan penduduk setempat
               lokasi  basecamp,  suka  bergurau,  dan  yang  pasti  amat  sabar.  Kalau  saja  Yashinta  mau
               menghitung  perdebatan  mereka,  hanya  Goughsky  yang  bisa  sabar  dengannya.  Yang  lain
               sudah  mengkal  sejak  tadi.  Pemuda  Uzbek  itu  juga  alim.  Dia  yang  selalu  meneriaki  rekan
               kerjanya untuk shalat. Terkadang meneriaki Yashinta, yang dijawab teriakan pula. Membuat
               Yashinta mengomel dalam hati, sejak kecil Yash sudah terbiasa shalat malam bersama Kak
               Lais dan Mamak, tidak perlu diteriaki, mentang-mentang muslim Uzbek, sok alim.
                   Maka  jadilah  setiap  dua  bulan  sekali,  saat  jadwal  pulang  ke  lembah,  Yashinta  selalu
               mengeluhkan siapa lagi kalau bukan Goughsky. Goughsky. Dan Goughsky.
               "Ia  bahkan  hingga  sekarang  tetap  memanggilku,  Miss  Headstone....  Miss  Headstone—"
               Yashinta berseru sebal, menirukan intonasi suara Goughsky dengan jijik.
                   Kak  Laisa  yang  melihatnya  tertawa.  Juga  Cie  Hui,  Wulan,  dan  Jasmine  yang  duduk
               melingkar di ruang depan rumah panggung.
               "Dan  bule  sialan  itu selalu  bilang,  'Memangnya  kau tidak diajarkan  itu di  bangku kuliah?
               Memangnya  dosenmu  tidak  pernah  bilang  itu?  Memangnya....'  Bah!  Bukan  dia  saja  yang
               lulus cumlaude di Belanda. Sok paling pintar!"
                   Intan yang sekarang sudah tiga tahun cuek berlenggak-lenggok di depan tantenya yang
               sedang  bete.  Memegang  kedua  pipi  tantenya,  Sengaja  menekan-nekannya.  Meniru  ulah
               tantenya kalau lagi gemas dan mencubit pipi tembamnya. Yang lain tertawa. Lihatlah, Intan
               persis meniru kelakuan Yashinta. Berseru,
               "Iiihhh!" Sok mengerti apa itu gemas. Mencubit pipi tantenya.
               "Hush,  kalian  jangan  banyak  tertawa,  nanti  bayinya  keluar  mendadak  seperti  Kak  Cie"
               Ikanuri  yang  baru  bergabung  duduk  di  ruang  tengah  rumah  panggung  pura-pura  marah.
               Menyuruh istrinya diam. Wulan dan Jasmine sedang hamil tua. Sama seperti Cie Hui, Wulan
               dan Jasmine juga ingin anak-anak mereka di lahirkan di perkebunan. Menghirup udara segar
               lembah untuk pertama kalinya. Merasakan sejuknya. Menginjak rerumputan yang berembun.
                   Tertawa lagi menatap wajah Ikanuri yang serius sekali saat mengatakan itu. Ruang tengah
               itu  dipenuhi  banyak  energi  bahagia.  Jadi  siapa  pula  yang  peduli  dengan  suara  mengkal
               Yashinta?  Toh  yang  lain  menganggap  keluhan  Yashinta  tidaklah  seserius  itu.  Bagaimana
               akan serius? Yashinta meski wajahnya sebal, tapi setiap pulang selalu saja sibuk dan merasa
               berkepentingan untuk menceritakan kelakuan Goughsky, Goughsky. Dan Goughsky.
               Masa yang begitu dibilang benci?

               41
               MASA - MASA BERBAIKAN
               "BAGAIMANA  kabar  bayi-bayinya?"  Goughsky  bertanya,  suaranya  pelan.  Sengaja,  biar
               tidak mengganggu pengamatan. Berdua berdiri di atas menara intai setinggi dua belas meter.
               Ada sepuluh menara seperti itu di Taman Nasional Gunung Gede, masing-masing berjarak
               seratus  meter.  Menyeruak  di  tengah-tengah  rimba,  di  atas  kanopi  pepohonan.  Dibangun
               dengan dana dari Mr dan Mrs Yoko. Tempat yang paling tepat untuk mengintai elang jawa.
               "Apa?" Yashinta menoleh. Meski suaranya juga pelan, tapi intonasinya tetap ketus. Ia sebal
               sekali,  setelah  cuti  dua  minggu  yang  menyenangkan  di  perkebunan,  saat  kembali  ke
               basecamp,  siang  ini,  di  jadwal  pembagian  tugas  mengintai  mereka  tertulis:  Goughsky  &
   116   117   118   119   120   121   122   123   124   125   126