Page 117 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 117

www.rajaebookgratis.com





               dulu  juga  keputusannya  sendiri.  Maka  dengan  kehidupan  yang  semakin  susah  di  lembah,
               Mamak memutuskan bertahan hidup.
                   Tiga tahun hidup sesak, kabar baik itu tiba.Mamak menikah untuk kedua kalinya dengan
               pemuda kampung atas. Babak mereka sekarang. Pemuda yang dulu amat patah hati melihat
               Mamak  menikah  dengan  orang  lain.  Sekarang  mendapatkan  kembali  cinta  terpendamnya.
               Babak bisa menerima Mamak apa adanya. Janda miskin. Juga bisa menerima si kecil Laisa
               dengan baik.
                   Meski  hidup  mereka  tidak  berubah,  tetap  susah,  tapi  kehidupan  berkeluarga  mereka
               berjalan  normal,  bahkan  dalam  banyak  waktu  terlihat  cukup  bahagia.  Saat  Laisa  berumur
               enam tahun,  lahirlah Dalimunte. Dua tahun kemudian  Wibisana,  menyusul Ikanuri dengan
               jarak  hanya  sebelas  bulan,  dan  terakhir  ditutup  dengan  lahirnya  si  bungsu  yang  manis;
               Yashinta.  Anak-anak  yang  lucu.  Menggemaskan.  Sayang,  masa-masa  bahagia  itu  terputus
               saat Yashinta masih dalam kandungan. Ikanuri dan Wibisana juga masih terlalu kecil untuk
               mengerti.  Babak  mereka  diterkam  sang  penguasa  Gunung  Kendeng.  Maka  yatimlah  anak-
               anak tersebut.
                   Semua penduduk Lembah Lahambay tahu persis kisah ini. ini kalau Laisa bukanlah siapa-
               siapa di rumah panggung tersebut. Hanya bayi yang ditinggal pergi. Dalimunte yang beranjak
               besar  tahu  fakta  tersebut  dari  bisik-bisik  tetangga.    Ikanuri  dan  Wibisana.  Bedanya,
               Dalimunte tidak ambil pusing. Sedangkan dua sigung nakal tersebut menjadikan itu alasan
               untuk membantah, tidak menurut. Yashinta saja yang terlalu takut bertanya yang tidak pernah
               tahu detailnya. Meski saat ia mulai sekolah di kota provinsi, Yashinta jelas bisa mengambil
               kesimpulan sendiri kalau Kak Laisa memang bukan kakak mereka. Mereka terlalu berbeda.
                   Mamak tidak pernah mengungkit-ungkit kisah suram tersebut. Memutuskan untuk tidak
               menceritakan  kejadian  jatuhnya  Laisa  ke  dalam  baskom  air.  Yang  membuatnya  tumbuh
               cacat.  Mamak  tidak  pernah  menganggap  Laisa  orang  lain,  baginya  sulung  di  keluarga  itu
               adalah Laisa. Juga Babak mereka semasa hidup. Malam sebelum kejadian Babak diterkam
               harimau. Babak sempat mengusap rambut Laisa yang saat itu baru berumur sepuluh tahun.
               Tersenyum,
               "Lais,  kau  bantu  Mamakmu  menjaga  adik-adik  hingga  Babak  pulang  dari  mencari
               kumbang—"
               Laisa kecil mengangguk mantap sekali.
               Anggukan yang menjadi janji sejati. Karena Babak ternyata tidak pernah pulang-pulang. Janji
               seorang kakak.
               "Maafkan  Ikanuri....   Sungguh   maafkan  Ikanuri, Kak Lais... Maafkan Ikanuri yang dulu
               selalu bilang Kak Lais bukan kakak kami — "
               Ikanuri masih tersungkur.
                   Kak  Laisa  membuka  matanya.  Mengerjap-ngerjap.  Tadi  ia  baru  saja  bermimpi  saling
               berkejaran dengan adik-adiknya di hamparan kebun strawberry. Ia yang berusia enam belas
               tahun, Dalimunte dua belas, Wibisana hampir sembilan, Ikanuri delapan, dan Yashinta enam
               tahun. Berlarian di sela-sela buah merah-ranum menggoda. Mamak yang berdiri meneriaki di
               lereng atas. Langit membiru. Seekor elang melenguh di garis cakrawala Gunung Kendeng.
               Amat menyenangkan.
                   Kak Laisa membuka matanya. Kepalanya sedikit terangkat. Perlahan mengerti apa yang
               sedang terjadi. Ikanuri dan Wibisana sudah tiba. Lihatlah, adiknya yang paling nakal, adiknya
               yang  paling  keras  kepala,  sedang  tersungkur  menciumi  tangannya.  Menangis  penuh  rasa
               sesal.
                   Kak  Laisa  terbatuk.  Bercak  darah  itu  mengalir.  Cie  Hui  buru-buru  mendekat,  meraih
               tissue, membersihkan. Mamak sudah menangis di pelukan Dalimunte. Mamak yang jarang
               sekali menangis, tersedu. Tudung kepalanya lepas. Rambut putihnya terlihat. Bahunya naik
   112   113   114   115   116   117   118   119   120   121   122