Page 14 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 14

Sutriani  berjalan pelan setelah turun dari angkot. Untung
        Sutriani naik angkot di siang hari, kalau malam rasanya terlalu malas.
        Kebiasaan sopir angkotlah yang tak cocok dengan telingga dan matanya.
        Suara musik yang terlalu keras dengan diiringin lampu diskotik di angkot
        membuat kepalanya pusing. Angkot di Kota Manado tidak beda dengan
        angkot pada umumnya di kota lain. Yang membedakan adalah di lengkapi
        dengan seperangkat alat music yaitu DVD dan speaker dengan kualitas
        bagus. Dentuman suara musik yang diputar setiap waktu di sepanjang
        perjalanan  meramaikan suasana.  Lagu-lagu  yang diputar  bukan lagu
        pop,  dangdut,  slow, tetapi  lagu-lagu   berirama cepat, hingar bingar
        yang biasanya di putar di diskotik. Suaranya keras, bertalu-talu. Ramai.
        Kalau  malam hari, selain  suara musik yang keras,  ditambah dengan
        lampu merah kunig hijau yang di putar nyala dan padam bergantian,
        selayaknya di diskotik. Bagi yang suka dengan musik, pasti akan merasa
        nyaman,  tetapi  tidak  untuk  Sutriani  yang  tidak  terlalu  suka  dengan
        musik ala diskotik. Desain angkot memang segaja di buat seperti itu,
        untuk menarik perhatian penumpang sekaligus agar penumpang bisa
        menikmati perjalanan dengan nyaman dan santai.
               Setelah uang Rp 3000 berpindah tangan ke sopir, Sutrini turun.
        Angkot di Manado  tidak mengunakan kernet, cukup satu orang sopir.
        Penumpang langsung membayar kepada supir saat turun. Biaya angkot
        cukup murah, jauh dekat dengan biaya yang sama.
               Sebenarnya Sutriani merasa sayang  mengeluarkan uang. Di saat
        penghasilan suaminya tidak bisa diharapkan, uang satu rupiah menjadi
        sangat berarti.  Tetapi Sutriani tidak mempunyai  pilihan lain selain naik
        angkot yang  sempat membuat kepalanya pening.
               Masuk ke pemukiman  nelayan  Karang Ria, terlihat anak-anak
        kecil yang bermain riang di pelataran rumah yang sebenarnya tak layak
        di sebut pelataran karena lebarnya tak lebih dari 2 meter dan dipenuhi
        perahu  nelayan.   Rumah   di  Karang Ria  berderet berhimpitan,  khas
        rumah nelayan. Meskipun begitu, masih lebih baik dibandingkan dengan
        pemukiman Kampung  Malalayang.
               Ibu-ibu   bergerombol  sambil   mencari kutu dan berbincang-
        bincang akrab. Sesekali  terdengar  rengekan anak-anak kecil  minta


        14                                  Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com
   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19