Page 22 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 22
3
Nelayan Malalayang
Daud duduk di teras rumahnya yang berukuran 1 x ½ meter.
Sebenarnya tak layak di sebut teras karena sangat kecil ukurannya. Di
tempat inilah, Daud terkadang melepaskan lelah setelah semalaman
bertarung di lautan.
Sebatang rokok masih terselip di bibirnya. Sesekali pandangan
matanya tak berkedip menyaksikan anak-anak kecil tetangganya. Mereka
bermain riang di pelataran rumah yang sebenarnya tak layak di sebut
pelataran karena lebarnya tak lebih dari dua meter dan dipenuhi perahu
nelayan. Sementara ibu-ibu terlihat bergerombol sambil mencari kutu
dan berbincang-bincang akrab. Sesekali terdengar rengekan anak-anak
kecil yang minta sesuatu dari ibu mereka.
Para remaja duduk-duduk sambil memegang HP. Sungguh ironis.
Meskipun kelihatan duduk bersama tetapi mereka tidak saling bicara,
semua sibuk dengan ponselnya. Duh, jaman sudah sangat berubah.
Tehnologi sudah membuat orang semakin jauh dari kelompoknya. Sikap
individualis lebih menonjol.
Daud teringat saat dirinya seusia mereka. Sering berkumpul
bersama teman-temannya untuk bicara banyak hal, bercanda dan
terkadang bermain kartu tanpa uang. Hanya sekedar bersenang-senang
saja. Berbagai topik pembicaraan menjadi hangat manakala semua
yang hadir memberikan pendapatnya. Masalah ringan seperti obrolan
candaan sampai ke hal serius seperti cita-cita mereka ke depan, rencana
mau bekerja di mana, sampai mengeluhkan sulitnya hidup layak sering
membuat Daud dan teman-temannya betah berlama-lama. Saat seperti
itulah rasa kebersamaan dan pertemanan sangat mendalam dan satu
sama lain merasa benar-benar mempunyai kedekatan emosional.
Matanya menyapu rumah-rumah nelayan yang penuh dengan
kesederhanaan. Puluhan tahun menjadi penghuni kampung nelayan di
Malalayang, mereka harus terusik dengan rencana perluasan reklamasi
pantai yang akan dilakukan oleh seorang pengusaha. Jika hal itu terjadi,
akan banyak nyawa yang terancam. Tak kurang dari 40 keluarga tinggal di
22 Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com