Page 26 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 26
“Emh, Kak Sutriani, ada?”
Daud tak menjawab, hanya mengelengkan kepala.
“Titip uang nggak, Kak?” tanya Ali penuh harap, meskipun tahu
peluangnya tipis.
Sekali lagi Daud mengelengkan kepalanya.
“Sudah keliling semua?” tanya Daud mengalihkan pembicaraan.
“Belum, Kak. Tapi sudah banyak yang mengeluh hasil tangkapan
ikan tak baik. Yach, biasalah, terpaksa belum bisa bayar cicilan.”
Daud tak menanggapi kalimat Ali. Ia tahu kalau sebagian besar
istri nelayan sering membeli barang-barang secara kredit kepada Ali.
Penghasilan suami yang tak menentu menyebabkan mereka kesulitan
untuk membeli barang-barang mahal. Meskipun Daud tidak suka
dengan tukang kredit seperti Ali, tetapi suka tidak suka istrinya dan para
istri nelayan lainnya mengantungkan beberapa kebutuhan hidup mereka
kepada orang seperti Ali.
“Kak, jadi butuh motor nggak? Ini saya bawaka brosur motor yang
terbaru. Kalau yang dulu sudah banyak yang punya,” Ali mengeluarkan
selembar brosur dari dalam tas hitamnya. Disodorkan ke Daud berharap
si empunya rumah tertarik dengan penjelasannya.
Daud memandang sekilas, awalnya dia tak mau menanggapi,
tetapi kemudian merasa kasihan. Di bacanya dengan pelan-pelan
sambil mengamati gambar sepeda motor yang dicetak dengan gambar
mengkilat di selembar brosur. Daud tertarik tetapi minatnya segera
luntur begitu mengetahui harga yang tertera.
“Nggak harus kontan, Kak. Dealer juga lebih suka kalau
pembelinya kredit. Lagipula tidak memberatkan pembeli. Mau pilih
cicilan yang mana juga bisa,” tutur Ali panjang lebar seakan menjawab
keraguan Daud.
“Bagus. Motornya bagus. Sayang, harganya mahal.” kata Daud.
“Ambil saja yang empat tahun angsuran, hanya 500 ribu perbulan.“ tegas
Ali seraya berpromosi.
“Kamu tahu sendiri hasil tangkapan ikan akhir-akhir ini. Kita
nggak berani untuk mengambilnya,” kata Daud pasrah. Dua bulan
yang lalu Daud sempat mencari informasi tentang harga motor kepada
26 Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com