Page 30 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 30
“Om, boleh saya bantu?” sebuah suara menawarkan bantuan.
Seorang anak muda sekitar 21 tahun tersenyum ramah.
Daud memandangnya penuh kecurigaan. Dia tidak mengenal
pemuda di hadapannya. Dia menduga pemuda itu orang dari
pengembang karena ia berada disekitar timbunan tanah yang memenuhi
pantai.
Tanpa menghiraukan si pemuda, Daud berusaha menyeret
ketitingnya. Tanpa menunggu jawaban Daud, pemuda tersebut
membantu mendorong ketiting. Tanpa canggung kakinya masuk ke
dalam laut. Celana panjang jeansnya yang tidak sempat digulung
langsung basah, tetapi si pemuda terlihat tidak mengacuhkannya.
Daud duduk melepas lelah di pinggiran pantai setelah memeriksa alas
ketiting yang bocor. Rupanya batu tajam telah mengoyak alas yang
memang sudah cukup tua karena sejak beberapa tahun belum pernah
diperbaiki.
“Adik siapa?” tanya Daud. Suaranya mewakili ucapan terimakasih
kepada pemuda yang telah menolongnya.
“Perkenalkan, Erik,” jawab Erik sambil mengulurkan tangan
mengajak berkenalan.
Dengan penuh waspada Daud menerima tangan Erik, dan
menyebutkan namanya. Pikirannya masih dipenuhi kecurigaan dengan
keberadaan Erik. Selama puluhan tahun tinggal di Malalayang, dirinya
belum pernah bertemu dengan Erik.
“Ehm, Erik, dari mana? Pagi-pagi sudah di sini? Kita rasanya
belum pernah melihat Erik di sekitar sini.” Kata Daud sambil melepas
lelah dengan mengubah posisi duduknya. Pinggalnya terasa pegal karena
semalaman duduk di atas ketiting.
“Saya dari sini saja, Wenang. Rokok, Om?” tangan Erik
menyodorkan sebungkus rokok.
Daud mengangguk mengucapkan terimakasih dan mengambil
sebatang rokok dan disulutnya. Kebetulan sekali rejeki datang tidak
disangka. Rokoknya sudah habis sejak semalam. Mulutnya mulai terasa
kecut karena berjam-jam belum merokok. Asap tebal tampak bergulung
–gulung saat Daud menghembuskan asap rokoknya. Erik tak kalah
30 Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com