Page 44 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 44
keributan?“ Mery justru bertanya sambil merapikan kucirnya yang
hampir jatuh.
Beberapa orang perempuan berlarian, bergegas seperti mereka.
Kedua perempuan itu segera bergabung dengan tetangga yang tertarik
dan penasaran dengan keributan di pagi hari.
**
“Kurang ajar, kenapa lagi ini? Siapa yang berani menutup
tambatan perahu?” Makian kasar dari mulut Budi terucap tanpa basa
basi. Mukanya terlihat merah padam menahan marah.
Ada tiga ketiting yang baru datang dari laut, tetapi tidak bisa
masuk ke tambatan perahu karena di tutup dengan batu-batu besar.
“Tadi malam kita berangkat belum ada batu-batu ini, kenapa pagi sudah
ada? Kapan tambatan ini di tutup?” seru Kustya sambil menghentakkan
kaki.
Mereka kesulitan untuk meletakkan ketiting karena ada timbunan
batu setinggi setengah meter di sekeliling tambatan perahu. Budi tak
habis pikir, karena saat berangkat pukul delapan tadi malam, ruang
terbuka pantai masih seperti biasanya dan Budi bersama tetangganya
masih bisa mengambil ketiting dan pergi melaut. Kapan pantai ini di
timbun? Oleh siapa? Budi benar-benar geram. Digeleng-gelengkan
kepalanya tak mengerti dengan keadaan tambatan perahu yang telah
berubah bentuk sedemikian cepat.
Sulawesi Utara kaya akan potensi sumberdaya laut. Pertimbangan
itulah yang mendorong Pemda untuk memanfaatkan secara maximal.
Sayangnya dengan mengabaikan kepentingan nelayan, mereka
memberikan ijin kepada investor untuk menimbun laut sebagai tempat
usaha.
Ada beberapa pengembang yang mendapatkan ijin melakukan
reklamasi pantai. Pengembang membangun pertokoan, mall dengan
menimbun pantai yang selama ini menjadi sumber penghidupan
nelayan.
44 Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com