Page 47 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 47
dan para istri nelayan tidak kalah sibuk dan capek. Selain secara sukarela
menyediakan makanan secara bergantian, mereka juga ikut berdiskusi
untuk merancang cara mempertahankan tambatan perahu. Dalam
keluarga, Mery terpaksa mengalah untuk tidak semakin memancing
kemarahan suaminya. Semua diterima dengan berat hati. Ia tidak mau
suaminya semakin marah dan terpancing untuk ribut.
Mery menghela nafas, terbayang pertemuan demi pertemuan
sudah di depan mata. Ia hanya berharap suaminya tidak gampang
tersulut emosi lagi.
**
Jandry, Budi dan Kustya berhasil mencari tempat untuk
menambatkan perahu. Setelah itu mereka naik ke darat sambil membawa
perlengkapan melaut dan ikan hasil tangkapan mereka. Dengan cekatan
Nancy membantu Jandry menerima ikan tangkapan. Demikian juga
dengan Mery mengambil alih ikan dari tangan Kustya.
“Ada pengembang baru, Pa?” tanya Nancy .
“Tak tahulah. Tadi malam waktu berangkat melaut belum ada
penimbunan,” jawab Jantry.
“Tak adakah yang mendengar saat terjadi penimbunan?”
sela Budi.
Nancy memandang Mery.
“Iya, kita tadi malam sempat mendengar ada suara berisik,
mungkin itu saat penimbunan.” kata Mery setengah bergumam. Ada
penyesalan kenapa semalam dia tidak mencari tahu suara berisik dari
tambatan perahu. Mery tidak terusik dan keluar rumah untuk melihatnya.
Rasa kantuk mengalahkan kewaspadaan yang selama ini terasah dengan
baik. Seandainya saja dia sempat tahu, pasti Mery dan perempuan lain
bisa melakukan sesuatu untuk menghalangi penimbunan. Para istri
nelayan Sario cukup terlatih untuk melakukan tindakan mendadak
yang paling tidak bisa memperlambat upaya penghilangan tambatan
perahu. Dulu saat pengembang masih nekat untuk menimbun pantai,
para istri dan anak-anak rela menjadi tameng dibarisan depan. Saat
penolakan para nelayan tidak digubris oleh pengembang, para istrilah
Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 47