Page 79 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 79
karena menghindari orang yang menyeberang jalan. Meskipun jalan
padat tetapi orang-orang terbiasa menyeberang dengan santai. Mereka
menyeberang seakan-akan jalan raya milik mereka sendiri. Untung saja
sopir di Manado termasuk sabar, sehingga jarang terjadi kecelakaan.
“Masih jauh pak?” tanya Intan tidak sabar.
“Nggak terlalu lama Mbak. Sebentar lagi sampai kok,” jawab
Daud kalem.
“Kalau hari gini, Bunaken ramai nggak Pak? “ tanya Theo.
“Biasanya tidak. Kalau hari Sabtu, Minggu atau liburan baru ramai.
Enak kalau seperti sekarang. Nanti mas bisa snorkeling sepuasnya,” kata
Daud.
“Bapak sering mengantar wisatawan ke Bunaken?” tanya Lusi
penasaran.
“Iya, lumayan sering.”
“Pekerjaan rutin, Pak?”
Daud menggeleng,” Nggak, Mbak. Setiap malam saya melaut. “
“Kerja sambilan?” tanya Lusi lagi.
“Betul,” jawabnya singkat.
“Wah, asyik ya Pak. Bisa punya kerja sambilan,” kata Wulan ikut
tertarik.
“Hahahahha. Ya, begitulah Mbak. Hasil dari melaut tidak terlalu
bagus. Sementara kebutuhan sehari-hari semakin banyak. Lumayan
kalau ada yang membutuhkan diantar ke Bunaken.”
“Memangnya susah mendapatkan ikan? Ehm, bukannya di
Manado banyak laut dan Sulawesi terkenal tempat habitat beragam
ikan? Kaya akan ikan?” tanya Lusi lagi. Empatinya membuatnya terus
penasaran. Dalam berbagai kesempatan Lusi selalu penasaran dengan
keadaan orang-orang yang ia temui di tempat yang baru. Terbiasa hidup
berkecukupan dan tidak pernah kesusahan membuatnya selalu tertarik
dengan orang-orang yang hidup susah. Biasanya Lusi akan mendiskusikan
kehidupan orang yang ia temui dengan ayahnya. Lusi berharap ayahnya
bisa memberikan perhatian kepada orang yang ia rekomendasikan. Itu
caranya untuk bersedekah, membersihkan harta keluarganya.
“Itu dulu, Mbak. Sekarang sih susah dapat ikan banyak. Perubahan
Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 79