Page 78 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 78
8
Mengantar Tamu Ke Bunaken
Udara terasa panas menyengat kulit, meskipun matahari belum
berada tepat di tengah langit. Angin tidak juga berhembus. Kulit terasa
kering dan lengket.
Berkali-kali rombongan kecil itu mengusir panas dengan lembaran
koran yang difungsikan sebagai kipas. Tetapi tidak cukup membantu
karena keringat masih terus mengucur deras dari dahi.
“Panas sekali, ya, Mbak,” kata Daud, kasihan melihat tamu-
tamunya kepanasan.
“He…he…, panas banget ya, Pak. Padahal belum begitu siang,”
kata Lusi, rambutnya di kucir tinggi untuk mengurangi panas. Tetapi
masih saja kepanasan.
“Waduh, kipas..kipas…” kata Wulan, tangannya meraih kipas dari
tangan Rudi. Wulan kepanasan sekali. Jilbab birunya mulai lembab.
Angkuta yang di sewa rombongan ini memang penuh sesak. Ada
tujuh orang dari Jakarta yang di antar Daud untuk mengunjungi Bunaken.
Sebenarnya ada mobil sewaan yang mengunakan AC, tetapi harga
sewanya lebih mahal dibandingkan dengan angkuta. Alternatif lainnya
mengunakan taxi, tetapi butuh dua taxi untuk mengangkut rombongan
ini. Kemarin Daud menawarkan ketiga alternative transportasi dengan
perkiraan biayanya. Daud menyarankan mengunakan angkuta karena
lebih murah dan cocok dengan wisatawan berkantong mahasiswa.
Mengantarkan turis domestik ke Bunaken menjadi salah satu
kerja sampingan Daud. Dan ia cukup senang menikmati pekerjaannya,
karena bisa mengurangi kejenuhan dan bisa membawa pulang uang
dalam jumlah yang lumayan banyak.
Rombongan mahasiswa dari Jakarta yang dipimpin Theo ini
datang kemarin siang. Theo bersama David, Wulan, Lusi, Intan, Jaka dan
Ulin. Hari ini mereka minta di antar ke Bunaken. Theo mendapatkan
kontak Daud dari pegawai hotel yang masih saudara jauh Sutriani.
Angkuta yang mereka sewa meliuk-liuk di tengah keramaian
kota. Beberapa kali sopirnya harus menginjak rem secara mendadak
78 Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com