Page 73 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 73
tinu’tuan sehingga Kota Manado juga terkenal dengan Kota Tinu’tuan.
Daud agak kecewa karena bahan-bahan untuk membuat tinu’tuan tidak
ada. Kalau mau memasak terpaksa harus ke warung terlebih dahulu.
Untung saja ada seikat bayam, meskipun agak layu tetapi masih bisa
untuk di masak.
Bau harum ikan goreng memenuhi rumah kecil Sutriani. Daud
tersenyum puas setelah selesai mengoreng ikan dan membuat sayur
bayam. Sepiring nasi hangat, semangkok sayur bayam dan sepotong
ikan goreng di bawa ke kamar.
“Ma, makan dulu.”
“Papa cepat sekali memasaknya.“ Sutriani berusaha bangun.
“Mama nggak usah bangun. Biar Papa suapi,” kata Daud
mencegah istrinya bangun.
“Nggak apa-apa, Pa. Mama juga capek tiduran terus,” kata
Sutriani pelan. “Nanti saja, Mama belum lapar,” lanjut Sutriani ketika
suaminya menyodorkan nasi dan sayur.
“Mama harus makan. Nanti Papa antar ke Puskesmas, ya.”
Sutriani menenguk teh hangatnya. “Nanti saja. Masih belum
ingin makan.”
Daud mengambil sayur dan ikan, kemudian menyuapi Sutriani.
Terpaksa istrinya membuka mulutnya. Terkadang Sutriani memang
keras kepala. Terlebih soal kesehatan. Ia dan Yossi harus membujuk
Sutriani untuk minum obat atau berobat ke puskesmas. Selama ini
Sutriani selalau percaya kalau sakit akan sembuh dengan sendirinya
asal pikiran positif, istirahat dan menjaga makanan. Percaya atau tidak,
Sutrinai memang jarang sakit di masa mudanya. Padahal ia pekerja keras
dan tidak mudah merasa lelah. Seharian menjemur ikan dan terkadang
mengumpulkan kerang-kerang untuk dirangkai menjadi hiasan kecil atau
gantungan kunci yang di titipkan di kios-kios.
Pada dasarnya Sutriani pekerja keras dan tidak gampang
menyerah. Keinginannya kuat untuk memperbaiki taraf hidup keluarganya
dan mengantarkan anak-anaknya agar bernasib lebih baik dibandingkan
dengan dirinya. Daud harus sering mengingatkan istrinya untuk istirahat
karena terlalu khawatir sakit karena kelelahan. Rupanya raga Sutriani
Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 73