Page 70 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 70
cangkalang sebesar lengan orang dewasa. Ia segaja menyisihkan seekor
ikan untuk persediaan lauk mereka. Tak ada percakapan, selain bergegas
untuk sampai di rumah .
“Pa, nanti Yossi sekolah. Ikannya…” kata Yossi sambil meletakkan
ikan di teras rumah. Beberapa tetangganya juga melakukan hal yang
sama di depan rumah mereka.
“Kau nanti bisa terlambat ke sekolah. Nanti biar papa yang urus.
Lebih baik kau mandi dan bersiap ke sekolah.”
“Ehm, saya belum siapkan makan untuk mama,” gumam Yossi.
Daud tak menjawab, langsung ke belakang lewat pintu samping
dan membasuh tangan.
Setelah menyeduh kopi buat ayahnya, tak lama kemudian
terdengar bunyi air di kamar mandi. Yossi bergegas mandi ketika jam
sudah menunjukan angka 6.15 menit. Dia harus cepat karena sebentar
lagi berangkat sekolah. Kalau kesiangan Yossi akan sulit menemukan
angkuta yang lebih longgar, karena di pagi hari saat jam sekolah dan
kerja angkuta sering penuh.
**
Dengan hati-hati Daud memegang dahi Sutriani. Panas sekali,
batin Daud merasakan suhu badan istrinya.
Sutriani membuka matanya, tersenyum lemah.
“Sudah pulang, Pa. “
“Bagaimana keadaan Mama?”
Sutriani tidak menjawab pertanyaan suaminya, hanya tersenyum
lemah. Kepalanya masih terasa pening. “Maaf tidak bisa membantu.”
“Badan mama panas sekali. Sebaiknya nanti kita ke dokter,” kata
Daud dengan rasa khawatir yang tidak bisa ditutupi.
“Nggak apa-apa. Mama hanya pusing dan kedinginan saja.”
Daud menahan istrinya agar tetap berbaring. Dengan lembut
dipijitnya kaki Sutriani. Pandangan matanya menyapu wajah istrinya
yang pucat, kedua mata cekung dan tampak suram. Pipinya tirus,
tulang pipi terlihat menonjol karena terlalu kurus. Rambutnya yang
70 Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com