Page 68 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 68
mereka sehari-hari. Ada candaan dan teriakan sambil mengerutu karena
ikan yang diperoleh kurang memuaskan. Beragam ekspresi mewakili
perasaan nelayan dan keluarga.
Suasana pagi bertambah ramai ketika pengepul ikan datang. Ada
dua orang pengepul yang setiap pagi mendatangi kampung Malalayang.
Mereka masing-masing membawa mobil pick-up yang diisi drum yang
digunakan sebagai tempat ikan. Sejak pagi sesesaat setelah nelayan
turun dari laut, biasanya pengepul sudah bersiap. Sudah bertahun-tahun
mereka membeli ikan hasil tangkapan nelayan. Meskipun harga yang di
tawarkan pengepul lebih murah di bandingkan dengan harga di pasar,
tetapi sebagian besar nelayan lebih memilih menjual kepada pengepul
karena tidak mau repot-repot ke pasar.
Tetapi kadang-kadang ada yang mau membawa ikan mereka ke
pasar sendiri sehingga mendapatkan harga yang lebih baik. Biasanya
ketika mereka ada waktu luang dan kebetulan ada kepentingan untuk
kepasar. Bedanya kalau menjual sendiri ke pasar, selain lebih jauh juga
harus ada waktu luang karena belum tentu ikan yang dijual ke pasar
langsung laku semua.
Sutriani memilih menjual ke pengepul karena tidak mau repot-
repot menjual ikan ke pasar. Apalagi dibutuhkan waktu yang cukup lama
sampai ikan habis terjual. Lebih beresiko dibandingkan jika menjual ke
pengepul. Kalau ikan tidak habis, mau tidak mau harus di jual dengan
harga sangat murah atau di bawa pulang untuk di masak atau dikeringkan
sendiri. Sementara keuntungan percaya dengan pengepul karena ikannya
dijamin terjual karena ikan laku atau tidak laku itu urusan pengepul.
Yang jelas semua ikan di beli oleh pengepul. Tidak usah pusing lagi
memikirkan nasib ikannya.
“Mana Kak Sutriani?” tanya Angie, seorang pengepul yang biasa
datang pagi-pagi sebelum nelayan datang.
“Lagi nggak enak badan,” sahut Daud pendek. ”Tumben baru
datang, Ngie..”
“Iya, tadi kesiangan. Kambuh lagi batuknya, Kak?”
“Biasa….” Jawab Daud singkat.
68 Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com