Page 63 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 63
apa-apa, tetapi tidak ada uang lebih yang bisa dibelanjakan.
Penataan dapur harus mempertimbangkan ukuran ruangan,
sehingga perabotan dapur di tempelkan dinding. Tidak ada meja makan
dan kursi. Mereka sekeluarga biasa makan di ruang keluarga yang
merangkap ruang tamu. Dapur hanya dipergunakan untuk memasak
saja.
Yossi memasak air di ketel. Semua ini biasa dilakukan ibunya.
Tetapi hari ini ia akan mengambil alih pekerjaan ibu. Hanya saja ia sempat
binggung mau memasak apa untuk makan pagi mereka. Di lemari hanya
tersedia seekor ikan tongkol hasil tangkapan kemarin, cabe dan bumbu
lainnya. Yossi memutuskan untuk sholat dulu. Yang penting air untuk
membuat teh dan kopi sudah tersedia, batinnya.
Selepas sholat subuh, Yossi mematikan kompor. Mengambil
sejumput teh dan di seduh dengan air panas. Ia mengambil dua takar
beras kemudian dibersihkan. Untung saja selama ini ibunya memasak
nasi dengan rice cooker, sehingga semua serba mudah dikerjakan. Tidak
perlu di tunggu, bisa di tinggal pergi menjemput papa. Nanti sampai di
rumah nasinya sudah matang dan siap di makan.
“Air untuk memasak beras agak dilebihkan saja. Berasnya tidak
begitu bagus, keras,” kata Sutriani dari dalam kamar. Beberapa hari
terakhir ini, harga beras naik. Biasanya Sutriani membeli beras perkilonya
Rp 8.000. Tetapi sejak naik menjadi Rp 8.500, ia memutuskan untuk tetap
membeli beras dengan harga Rp 8000, sehingga tidak mendapatkan
beras dengan kualitas yang cukup baik. Untuk mensiasatinya, terpaksa
ia menambahkan air agar nasi tidak terlalu keras.
“Ya, Ma,” jawab Yossi.
“Tidak ada sayur, hanya ada ikan tongkol.”
“Nanti ikannya di goreng saja, ya, Ma,” kata Yossi sambil
membawakan secangkir teh hangat untuk ibunya. Bau harum teh
menyebar di kamar sempit Sutriani.
“Terserah kamu Yoss. Yang penting kamu jemput papamu dulu,
ya. Setelah itu kamu baru memasak.”
Yossi mengangguk. Setelah memastikan ibunya baik-baik saja,
Yossi pamit keluar menjemput papanya.**
Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 63