Page 61 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 61
cermat dan menyisihkan sebagian uangnya untuk ditabung. Baginya,
hutang adalah kewajiban yang harus di lunasi, sehingga ia kurang merasa
nyaman kalau berhutang terlalu besar kepada Eli.
Warung Sakti juga lengkap. Selain sembako, Sakti menjual
bensin, solar dan minyak tanah. Hanya saja Sakti tidak dermawan
dalam memberikan pinjaman kepada warga, karena istrinya tidak sebaik
Sakti. Istrinya seringkali bersikap kurang ramah dan banyak melontarkan
kritikan kepada tetangga yang akan berhutang. Apalagi hutang setiap
orang akan dibatasi, tidak boleh lebih dari seratus ribu rupiah. Kita ini
hanya pedagang kecil, dengan modal yang tidak seberapa. Kalau om
dan tante berhutang terus, kami akan kehabisan dagangan dan merugi,
begitu selalu yang ia katakan untuk membuat orang merasa segan dan
tak bernyali untuk menumpuk hutang.
Sayup-sayup terdengar adzan subuh, Sutriani bernafas lega.
Sebentar lagi Yossi akan terbangun untuk menunaikan sholat subuh.
Benar saja, terdengar langkah kaki dari ruang tamu yang sekaligus
menjadi tempat tidur Yossi setiap malamnya. Rumah mereka hanya
mempunyai satu kamar tidur yang dipergunakan sebagai kamar Sutriani.
Mau tidak mau Yossi harus tidur di ruang tamu yang merangkap ruang
makan. Dengan mengelar tikar dan dilapisi kasur busa tipis, ia melepaskan
penat setiap malam. Untuk belajar, Yossi biasa mengunakan kursi plastik
di teras rumah atau terkadang di tikar tempatnya tidur. Meja kayu lipat
kecil cukup membantunya untuk belajar.
“Yossi…..”
“Ya, Ma,” kepala Yossi menyembul dari balik gorden, melihat
ibunya. Tetapi sesaat kemudian ia masuk, meraba kening ibunya. “Mama
panas sekali. Kok tidak membangunkan Yossi, Ma?” kata Yossi penuh
rasa khawatir. Biasanya ibunya sudah ada di dapur saat dirinya bangun
untuk sholat subuh.
Sutriani mengangguk lemah.
“Kepala mama pusing, Yoss.”
“Badan mama juga panas,“ tambah Yossi. “Sudah Mama
berbaring saja, nanti biar Yossi siapkan teh hangat.”
Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 61