Page 109 - RBDCNeat
P. 109
41
ka maneh na ’Da moal menta biaya ti maneh na.”
Aku baru tahu berita ini beberapa hari kemudian
dari anaknya Uwa (saudara sepupu). Luluh lantak hati ini
mendengar berita itu. Aku sampai terduduk lemas di kursi
sambil bercucur air mata. “Ya Allah, kenapa hidupku seperti
ini? Kesedihan terus menghampiri diri ini.”
Kenyataan itu seolah menyadarkanku, kalau aku ini hanya
seorang anak yang tidak bisa apa-apa, seorang anak yang
akan terus menjadi beban karena aku cacat. Ya, pantaslah
kalau sampai ada orang yang menyuruh aku dikasihkan ke
panti asuhan. Kesedihanku bertambah ketika teringat Bapak
yang sudah tidak pernah menengokku lagi. Seolah aku ini
anak yang tidak diharapkannya. Namun, aku juga tidak mau
tinggal di panti asuhan. Sempat terfikir dalam benak ini,
seandainya aku jadi dikasihkan ke panti asuhan, aku akan
meminta bantuan guru ngajiku, mudah-mudahan beliau mau
melindungiku.
“Di tengah ujian hidup yang terus
menghimpit, Alhamdulillah Allah
memberikan pertolongannya”
Di tengah ujian hidup yang terus menghimpit,
alhamdulillah Allah mengenalkanku dengan seorang guru
ngaji yang selalu memberi perhatian lebih kepadaku.
41
Seenaknya aja, anak ini (Dini, red) suruh dikasihin ke panti asuhan. Aku juga
masih sanggup ngasih makan Eneng, enggak usah dikasihkan ke panti asuhan. Bilangin
ke orangnya ‘Aku kan tidak minta biaya dari dia.’
Roda Berputar dalam Cahaya | 73