Page 128 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 128

para tabi’ni. Ini berarti sebagian para sahabat dan tabi’in bertaklid kepada ahli fatwa,

                   dan tidak ada satupun dari para sahabat dan tabi’in mengingkari taklid tersebut.
                          Dengan  demikian  maka  tidak  semua  bertaqlid  itu  tercela/jelek.  Bertaqlid  yang

                   tercela adalah taqlid  buta yaitu bertaqlid  yang hanya pasrah terhadap semua pendapat
                   sebagaimana  adanya  tanpa  memahami  dan  berusaha  mengetahui  dalil-dalil  pendapat

                   terebut. Mereka dianggap jelek karena tidak berusaha meningkatkan kualitas taqlidnya.
                   Sedangkan taqlidnya orang alim yang belum mencapai tingkatan mujtaid adalah sesuatu

                   yang tetap terpuji bahkan wajib, dan yang demikian itu lebih baik dari pada memaksakan

                   diri berijtihad padahal ia belum mampu.
                          Jadi bertaqlid, tidak selalu identik dengan mengikuti secara membabi buta, tanpa

                   sama  sekali  mempertimbangkan  apakah  pendapat  yang  diikuti  itu  benar  atau  sesat.

                   Memang,  pada tingkat  pertama  semua  orang  pasti  mengalami  proses  mengikuti  tanpa
                   mengerti  kekuatan  pendapat  yang  diikuti.  Anak  yang  baru  belajar  shalat,  pasti  dia

                   mengikuti pelajaran gurunya tanpa mempersoalkan dalil-dalilnya, kuat atau tidak. Tetapi
                   setelah tingkat permulaan ini terlampaui, maka harus diusahakan supaya pengetahuannya

                   meningkat  menurut  kemampuan  dan  kesempatan  yang  ada.  Sewajarnya,  dia  harus
                   mengetahui  dan  meyakini  kebenaran  pelajaran  yang  diikutinya,  dengan  berusaha

                   mengetahui dalil-dalilnya. Dengan mengetahui serba sedikit tentang dalil-dalil itu, tidak

                   lah berarti dia harus lepas dari tingkatan bertaqlid.
                          Selain itu, fenomena taqlid dapat terjadi dalam dua tempat;

                    1.  Seorang yang taqlid (muqollid) adalah orang awam yang tidak mampu mengetahui
                       hukum (yakni ber-istimbath dan istidlal, pent) dengan kemampuannya sendiri, maka

                       wajib baginya taqlid. Berdasarkan firman Allah SWT:

                                                                                                 ْ
                                                                                                     َ
                                                        َ ۟ ُ
                                                  ّ
                                 َ
                                                                                    َّ
                                                                              ً
                                                                    َ
                         َ ٤٣ ََنو َ ُملْعَتَ َ لََّمُتنُكَنإَرْكِذلٱََلْهأَاولـْسَفََمهْيلإَى ِ حوُْنَلَّاَجرَلَّإََكِلْبَقَنِمَاَنلَس ْ رأَ امو
                                                                ۚ
                                             ِ ِ
                                       ْ
                                                                                                       َ َ
                                                                                     ِ
                                                                                  ِ
                                                                 ْ ِ ِ

                              Artinya:  “Maka  bertanyalah  kepada  orang  yang  mempunyai  pengetahuan
                       jika kamu tidak mengetahui.” (QS. an-Nahl : 43)
                              Dan hendaknya ia mengikuti orang (yakni ‘ulama) yang ia dapati lebih utama
                       dalam ilmu dan waro '(kehati-hatian) nya, jika hal ini sama pada dua orang (‘ulama),
                       maka hendaknya ia memilih salah seorang diantara keduanya.
                    2.  Terjadi  pada  seorang  Mujtahid  suatu  kejadian  yang  ia  harus  segera  memutuskan
                       suatu  masalah,  sedangkan  ia  tidak  bisa  melakukan  penelitian  maka  ketika  itu  ia
                       boleh  taqlid.  Sebagian  ‘ulama  mensyaratkan  untuk  bolehnya  taqlid  :  hendaknya



                                                                          USHUL FIKIH  -  KELAS XII 119
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133