Page 66 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 66

nakahtum  al-mu’minâti  tsumma  thallaqtumûhunna  min  qabli  an  tamassûhunna  famâ

                   lakum ‘alayhinna min ‘iddatin ta‘taddûnahâ.”
                          Qadhi Abu Bakar mengemukakan bahwa pengertian nasakh adalah:

                   َاتباثَناكلَهلَّولَهجوَىلعَمدقتملاَباطخلابَتباثلاَمكحلاَعافتراَىلعَلادلاَباطخلاَهنإ

                                                                                        َ ََ.هنعَهيخارتَعم


                          Artinya:  Nasakh  ialah  khitab  (titah)  yang  menunjukkan  terangkatnya  hukum
                          yang  ditetapkan  dengan  khitab  terdahulu  dalam  bentuk  seandainya  ia  tidak

                          terangkat tentu masih tetap berlaku disamping hukum yang datang kemudian.


                          Sementara  definisi  dari  Al-Amidi  tidak  jauh  berbeda  dengan  definisi  yang

                   disebutkan di atas, yaitu:
                      َ َقباسَيعرشَباطخَمكحَنمَتبثَامَرارمتساَنمَعناملاَيعرشلاَباطخَنعَةرابع


                          Artinya:  lbarat  dari  titah  pembuat  hukum  (syari’)  yang  menolak  kelanjutan
                          berlakunya hukum yang ditetapkan dengan titah terdahulu.


                          Al-Syathibi  dari  kalangan  ulama  Maliki  juga  menetapkan  nasakh  dengan  arti


                   mencabut (عفر) yang dirumuskan secara sederhana dalam definisinya:
                                                                  َ. ٍ رخأتمَيعرشَليلدبَيعرشلاَمكحل اَعفر


                          Artinya: Mencabut hukum syar’i  dengan dalil syar’i  terkemudian.
                          Secara  sederhana  nasakh  adalah  menghapus  hukum  syara’  yang  sudah  ada

                   dengan  mengganti  hukum  syara’  baru  yang  datang  setelah  hukum  tersebut.  Yang

                   dimaksud  menghapus  di  sini  adalah  menghapus  keterkaitan  hukum  tersebut  dengan
                   perbuatan orang mukallaf. Dari definisi tersebut, nasakh itu bisa terjadi bila memenuhi

                   kriteria berikut ini:

                    1.  Hukum yang dihapus atau diganti adalah hukum syara’.  Karena itu penghapusan
                       hukum akal tidak disebut nasakh. Contoh, Seseorang diwajibkan shalat karena ada

                       dalil  ayat  al-Qur’an.  Secara  akal,  sebelum  dalil  al-Qur’an  itu  datang  shalat
                       hukumnya tidak wajib. Maka pergantian hukum tidak wajibnya shalat menjadi wajib

                       tidak disebut nasakh.
                    2.  Penghapusan atau penggantian hukum tersebut disebabkan karena tuntutan  syara’.

                       Dengan demikian penghapusan hukum yang disebabkan karena kematian, lupa, gila

                       atau ketidakmampuan tidak disebut nasakh.


                                                                           USHUL FIKIH  -  KELAS XII 57
   61   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71