Page 68 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 68
B. Syarat Nasakh
Beberapa syarat berikut ini menjadi ketentuan yang harusterpenuhi
diberlakukannya naskh seperti:
1. Hukum yang di-Naskh Merupakan Hukum Syariat.
Maksud dari ketentuan ini adalah penetapan hukum tersebut melalui nash
yang menegaskan dan menetapkan, bukan ditetapkan melalui akal pikiran manusia.
Karenanya, setiap sesuatu yang pada asalnya dibebaskan karena tidak adanya
pembebanan hukum kemudian terdapat kewajiban untuk beribadah maka
pembebanan hukum tersebut bukanlah merupakan naskh.
Termasuk bukan naskh, seperti sesuatu yang sudah menjadi ketetapan
berdasar pada pekerjaan atau perbuatan manusia dan merupakan kebiasaan yang
telah mereka akui sejak awal Islam seperti, kebolehan minum khamr pada awal
Islam karena sudah menjadi kebiasan yang mengakar dari sebelumnya, kemudian
terdapat dalil yang mengharamkannya. Demikian itu, tidaklah dikatakan naskh
melainkan hal itu adalah permulaan syariat.
2. Hukum Tersebut Menerima Naskh.
Ketentuan ini mengharuskan adanya ruang bagi hukum syariat tersebut untuk
di-naskh, karenanya hukum yang berhubungan dengan ajaran pokok agama, tauhid,
keyakinan, ajaran pokok ibadah, dan tata nilai berupa kabaikan dan keburukan tidak
dapat di-naskh, sampai kiamat pun hukum tersebut tidak akan ada perubahan,
sehingga tidak ada ruang untuk di-naskh.
Terdapat tiga macam bentuk hukum yang tidak menerima naskh. Pertama;
sesuatu yang telah menjadi ketetapan nash secara langsung dan tegas atas
kelanggengannya. Kedua; syariat Nabi Muhammad saw. yang tetap sampai batas
terputusnya wahyu, kemudian Nabi Muhammad saw. mencabutnya. Ketiga; hukum
yang dibatasi dengan limit waktu.
3. Dalil yang Me-naskh Terpisah dan Datang Kemudian
Dalil yang ditetapkan untuk me-naskh harus tidak bersambung dari yang di-
naskh dan dari segi waktu, dalil yang me-naskh harus berada pada posisi setelahnya.
Oleh karenanya, jika terdapat dalil yang bersambung dan secara waktu bersamaan
seperti syarat, sifat dan istitsnâ’ tidaklah dikatakan sebagai dalil naskh, melainkan
itu sebagai takhshîsh atau penjelas hukum yang pertama.
4. Dalil yang Me-naskh Adalah Titah Syar’î, artinya dalil yang me-naskh harus berupa
titah yang datang dari pencipta syariat yaitu al-Quran dan Hadits.
USHUL FIKIH - KELAS XII 59