Page 71 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 71

ijmâ’ hanya memberi petunjuk mengenai nash  mana yang nâsikh dan mana yang

                        mansûkh.  Ibnu  Hazm  menambahkan  bahwa  ijmâ’  yangdapat  memberi  petunjuk
                        tentang  nâsikh-mansûkh  itu  hanyalah  ijmâ’  umatyang  tidak  ada  padanya  khilaf

                        (beda pendapat).
                    3.  Tarikh,  yaitu  keterangan  waktu  yang  menjelaskan  berlakunya  dua  nash  yang

                        berbeda. Bila dua dalil hukum berbenturan dan tidak mungkin diselesaikan dengan
                        cara apa pun, tetapi dapat diketahui bahwa yang satu terdahulu datang nya dan yang

                        satu lagi terkemudian datangnya; maka yang datang terkemu dian itu disebut nâsikh

                        dan yang datang terdahulu itu disebut mansûkh.
                          Yang dijadikan pedoman dalam penentuan terdahulu dan terkemudian itu adalah

                   dari segi turunnya ayat itu dari Allah SWT. atau datangnya (wurud) sunah itu dari Nabi

                   bukan  dari  segi  penempatannya  dalam  mushaf  atau  dalam  buku  hadis;  karena
                   sebagaimana diketahui urutan ayat dalam Al-Qur’an bukan berdasarkan urutan turunnya

                   wahyu, tetapi semata berdasarkan petunjuk dari Nabi.
                          Sementara  menurut  Wahbah  Al-Zuhaili,  jika  dijumpai  dua  nash  yang  tampak

                   bertentangan  antarakeduanya  dan  tidak  memungkinkan  untuk  dikompromikan  dan
                   secarasyarat  telah  memenuhi  ketentuan  naskh  maka  salah  satu  dari  keduanya  dapat

                   disebut nâsikh (yang menghapus) yang datang lebih awal dan lainnya  adalah mansûkh

                   (yang  terhapus)  yang  datang  belakangan.  Untukmemastikan  keberadaan  nâsikh  dan
                   mansûkh dapat diketahui denganbeberapa cara antara lain:

                    1.  Penuturan  secara  tegas  dari  nash  al-Quran,  misal  tentang  di-naskh-nya  perintah
                       bershadaqah sebelum melakukan pembicaraan dengan Rasulullah saw. dalam surat

                       Al-Mujadalah:13. Contoh lain dapt dilihat di surat Al-Anfâl: 66 yang me-naskh ayat
                       sebelumnya  yaitu  Al-Anfâl:  65.  Kedua  contoh  ini  adalah  penegasan  langsung

                       tentang keberadaan naskh melalui nash al-Quran;

                    2.  Penuturan  secara  tegas  melaui  Hadits  qaulî  Rasulullah  saw.  sebagaimana
                       perkatannya  “ini  me-naskh  ini”  atau  yang  semakna  dengan  perkataan  tersebut.

                       Sebagaimana  penegasan  Rasulullah  tentang  larangan  ziarah  kubur,  kemudian

                       Rasulullah me-naskh larangan tersebut menjadi kebolehan;
                    3.  Sikap  atau  perbuatan  Rasulullah  saw.,  hal  ini  disebut  dengan  Hadits  fi’lî.

                       Sebagaimana tindakan Rasulullah saw.  merajam  pelaku zina  yang  bernama Mâ’iz
                       dan Nabi   tidak  menderanya. Sikap dan perlakuan Rasulullah  ini  me-naskh pada

                       sabdanya  “jika seseorang  yang sama-sama  beristri berzina didera seratus kali dan
                       dirajam sampai mati”;


                                                                           USHUL FIKIH  -  KELAS XII 62
   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76