Page 80 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 80

Ini dalam istilah hukum Islam disebut “ta‘arudh” (ضراعت)atau “ta‘adul” (لداعت)atau

                   “taqabul”  (لباقت).  Ketiga  istilah  itu  memang  pada  dasarnya  berbeda  artinya,  namun

                   memiliki  kesamaan  dalam  hal  adanya  perbedaan.  Jadi,  yang  dimaksud  dengan
                   perbenturan dalil-dalil hukum adalah saling berlawanannya dua dalil hukum yang salah

                   satu di antara dua dalil itu menafikan hukum yang ditunjuk oleh dalil lainnya.

                          Ta‘arud al-adillah adalah kontradiksi antara kandungan salah satu dari dua dalil
                   yang  sama  derajatnya  dengan  dalil  lain.  Kontradiksi  itu  dapat  terjadi  antara  ayat  al-

                   Qur’an dengan ayat al-Qur’an yang lain, hadis mutawatir dengan hadis mutawatir, hadis
                   ahad dengan  hadis ahad, dan antara qiyas dengan qiyas  yang  lain.  Jadi,  ta‘arud tidak

                   akan terjadi sekiranya derajat kedua dalil yang saling kontradiksi itu berbeda, misalnya

                   yang satu berupa ayat al-Qur’an dan yang lain berupa hadis.
                          Ta’arudlul ‘Adillah adalah kondisi saling mencegahnya di antara dua dalil secara

                   mutlak, yaitu satunya menunjukkan makna yang berbeda dengan yang ditunjukkan dalil
                   lain.    Setiap  dalil  hukum  menghendaki  adanya  hukum  yang  berlaku  terhadap  sesuatu

                   yang  dikenai  hukum.  Bila  ada  suatu  dalil  yang  menghendaki  berlakunya  hukum  atas

                   suatu  kasus,tetapi  disamping  itu  ada  pula  dalil  lain  yang  menghendaki  berlakunya
                   hukum  lain  atas  kasus  itu,maka  kedua  dalil  itu  disebut  berbenturan  atau  bertentangan

                   (ta’arudl). Maka dari itu ulama’ ushul berusaha menemukan titik penyelesaian dari dua
                   dalil yang secara dhohir terlihat kontradiksi tersebut.

                          Pada  dasarnya,  di  antara  dalil-dalil  syara’  tidak  mungkin  terjadi  benturan
                   (ta’arudl).  Jika  ditemukan  ta’arudl,  ini  sebatas  tataran  lahir  dari  nash-nash  al-Qur’an

                   atau  as-Sunnah,  sebagaiman  dipahami  imam  mujtahid.  Hal  ini  sesuai  dengan  surat

                   Annisa’  ayat  72  yang  artinya;”  Andaikan  al  Qur’an  itu  bukan  dari  sisi  Allah,
                   tentunyamereka  menemukan  banyak  pertentangan  di  dalamnya”.  (QS.  An  Nisa’:  82).

                   Menurut  Wahbah  Az  Zuhaili,  pertentangan  antara  kedua  dalil  atau  hukum  itu  hanya

                   dalam pandangan mujtahid,sesuai dengan kemampuan pemahaman,analisis dan kekuatan
                   logikanya  bukan pertentangan aktual,karena tidak  mungkin terjadi  bila  Allah  Swt  dan

                   Rasul- Nya menurunkan aturan-aturan yang saling bertentangan.
                          Oleh sebab  itu, menurut Imam  Al-Syatibi, pertentangan  itu bersifat semu, bisa

                   terjadi  dalam  dalil  yang  qath’i  (pasti  benar)  dan  dalil  yang  dhanni  (relative  benar)
                   selama kedua dalil itu satu derajat. Apabila pertentangan itu antara kualitas dalil yang

                   berbeda,seperti  pertentangan  dalil  yang  qath’i  dengan  dalil  yang  zhanni,maka  yang

                   diambil  adalah  dalil  yang  qath’i  atau  apabila  yang  bertentangan  itu  adalah  ayat  Al-


                                                                           USHUL FIKIH  -  KELAS XII 71
   75   76   77   78   79   80   81   82   83   84   85